Adapun, tata cara dan proses konsolidasi jaringan kantor cabang juga diatur secara terperinci. Dengan begitu, pengurangan jaringan kantor cabang dilakukan secara hati hati dengan tetap menjaga kualitas pelayanan kepada nasabah.
Beleid terbaru OJK soal bank umum ini menunjukkan otoritas responsif dan akomodatif terhadap perkembangan zaman. Terutama dalam memahami pola perubahan konsumsi masyarakat yang semakin digital, serta kemunculan sejumlah produk baru berbasis teknologi di industri jasa keuangan.
Tak hanya itu, aturan ini juga memberikan kepastian bagi para investor yang ingin memiliki bank digital di Indonesia. Sebab, investor akan memiliki opsi untuk mendirikan bank digital, baik dengan pendirian bank baru atau mengakuisisi bank kecil dan kemudian mengonversinya menjadi bank digital.
Bank eksisting juga bisa mendapatkan panduan yang jelas jika ingin mengajukan izin beroperasi sebagai bank digital. "OJK tidak memberi dikotomi antara fully digital bank dan bank digital biasa," kata Heru.
OJK sebelumnya menyebut sejumlah bank dalam proses go digital. Di antaranya, Bank BCA Digital, PT BRI Agroniaga Tbk., PT Bank Neo Commerce Tbk., PT Bank Capital Tbk., PT Bank Harda Internasional Tbk., PT Bank QNB Indonesia Tbk., dan PT KEB HanaBank.
Adapun sejumlah bank lain yang telah menyatakan diri sebagai bank digital seperti Jenius dari Bank BTPN, Wokee dari Bank Bukopin, Digibank dari Bank DBS, TMRW Bank UOB, Jago milik Bank Jago, MotionBanking dari MNC Bank, dan Bank Aladin.
BISNIS
Baca: Kisah Yenny Wahid Saat jadi Komisaris Garuda: Aduh Kenapa Krisisnya Kayak Begini