Sedikitnya ada tiga arah kebijakan pembiayaan utang tahun depan. Pertama, mengendalikan utang secara fleksibel dan penuh kehati-hatian dengan menjaga rasio utang dalam batas aman.
Kedua, meningkatkan efisiensi biaya utang melalui pendalaman pasar (perluasan basis investor dan mendorong penerbitan obligasi atau sukuk daerah). Ketiga, utang sebagai instrumen menjaga keseimbangan melalui komposisi portofolio utang yang optimal untuk menjaga stabilitas makroekonomi.
Undang-Undang Keuangan Negara sebelumnya mematok batasan maksimal defisit 3 persen dan rasio utang 60 persen terhadap PDB. Saat ini batasan defisit itu terlampaui sebagai imbas upaya penanganan dampak pandemi.
Pemerintah berkomitmen mengembalikan defisit setinggi-tingginya 3 persen terhadap PDB pada tahun 2023. Sementara itu, batasan utang 60 persen terhadap PDB tetap diberlakukan sehingga akumulasi utang tetap manageable dan aman bagi keberlangsungan fiskal jangka panjang.
Dari sisi rasio utang pemerintah terlihat turun dari posisi tahun 2000 sebesar 88,7 persen menjadi kisaran 30,0 persen terhadap PDB pada tahun 2019. Sementara rasio utang berdasarkan APBN 2020 direncanakan turun ke 29,7 persen, namun rasio utang naik pada tahun 2020 seiring dengan peningkatan anggaran untuk membiayai penanggulangan dampak Covid-19.
Penanganan Covid-19 dalam bidang kesehatan, perlindungan sosial, insentif usaha, UMKM, pembiayaan korporasi, dan pembiayaan sektoral Kementerian dan Lembaga serta pemerintah daerah mengakibatkan rasio utang meningkat hingga mencapai 39,4 persen.
Baca: Luhut: Sepanjang Sejarah 100 Tahun, Belum Ada Kasus Seperti Ini Parahnya