TEMPO.CO, Jakarta - Untuk menambal defisit anggaran pendapatan dan belanja negara pada tahun 2022 mendatang, pemerintah berencana akan menarik utang sebesar Rp 973,58 triliun.
Proyeksi pembiayaan utang tersebut turun 5,2 persen ketimbang target yang dipatok dalam APBN 2021 sebesar Rp 1.026,98 triliun. Sebagian besar pembiayaan utang tahun depan akan berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara atau SBN.
"Kebutuhan pembiayaan utang akan dipenuhi secara pragmatis, oportunistik, fleksibel dan prudent dengan melihat peluang di pasar keuangan," seperti dikutip dari Buku II Nota Keuangan, Rabu, 18 Agustus 2021.
Dalam pembacaan Nota Keuangan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebutkan pemerintah telah merencanakan belanja negara sebesar Rp 2.708,7 triliun dalam RAPBN 2022.
Di tahun yang sama, pendapatan negara dipatok di Rp 1.840,7 triliun yang terdiri atas penerimaan perpajakan Rp 1.506,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 333,2 triliun. Dengan begitu, defisit anggaran tahun 2022 diperkirakan bakal mencapai 4,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau Rp 868 triliun.
Lebih jauh pemerintah menjelaskan, pembiayaan utang selain berfungsi untuk menutup defisit anggaran juga digunakan untuk membiayai pengeluaran pembiayaan seperti pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, serta kewajiban penjaminan.
Adapun rencana pembiayaan utang pada tahun 2022 sebagian besar dilakukan dalam mata uang rupiah, berbunga tetap, dan dengan tenor menengah-panjang. Untuk menjaga risiko pengelolaan utang dan mendorong efisiensi bunga, pemerintah tetap memanfaatkan fleksibilitas dalam menentukan komposisi portofolio utang yang akan dituangkan lebih lanjut dalam strategi pembiayaan utang.