Seiring dengan trafik kunjungan yang anjlok, ujar Ellen, sebuah pusat belanja dirancang dengan AC sentral dan memakai chiller yang berkapasitas besar, sehingga sangat tidak efisien dari segi biaya operasional. Apalagi, umumnya letak tenant makanan dan minuman, misalnya, tidak berada pada satu lantai.
"Namun kami juga terpaksa harus beroperasional sebagian sesuai peraturan yang sudah diterbitkan tersebut untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang masih membutuhkan produk esensial dan kebutuhan sehari-hari, sehingga kebutuhan masyarakat masih dapat dipenuhi," ujar Ellen.
Dengan kondisi tersebut, Ellen mengatakan para pengelola pusat belanja hanya dapat berharap pandemi Covid-19 cepat berlalu dan Pemerintah dapat lebih cermat serta tepat sasaran untuk mengetahui dan menangani penyebaran penyakit tersebut. Sehingga, peraturan yang diterbitkan juga akan lebih tepat sasaran. Dengan demikian, ekonomi juga bisa bergerak kembali dan para pekerja juga memperoleh kembali pekerjaannya.
"Kerugian sudah sangat besar karena biaya operasional sebuah pusat belanja cukup besar, di samping pusat belanja juga masih harus memberikan diskon kepada para tenant sesuai dengan kemampuannya agar para tenant juga masih bisa bertahan dan membuka lapangan kerja," tutur dia.
Sejak Covid-19 merebak di Indonesia, ujar Ellen, pusat belanja sudah mengalami berbagai peraturan PSBB dan juga berbagai PPKM serta perketatan, sehingga daya tahan pusat belanja juga sudah sangat melemah.
BACA: Buruh Minta Pemerintah Pastikan PPKM Darurat Tak Berimbas ke Ledakan PHK
CAESAR AKBAR