Namun begitu, peningkatan pelanggan juga menaikkan biaya produksi karena semakin banyak pelanggan harus dilayani. “Penyambungan kabel, penyediaan energi primer, semua butuh biaya,” kata Faisal.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN, Sinthya Roesly, sebelumnya, memaparkan apa saja yang dilakukan perusahaan dalam mengelola utang pada tahun lalu.
Selama tahun 2020, PLN telah menurunkan jumlah interest bearing debt (rasio utang kena bunga) menjadi senilai Rp 452,4 triliun bila dibandingkan dengan tahun 2019. Pencapaian ini ditopang aksi korporasi PLN berupa pelunasan pinjaman sebelum jatuh tempo sekitar Rp 30 triliun, segera setelah diperoleh kompensasi.
Pelunasan utang sebelum jatuh tempo itu dilakukan seiring dengan telah diterimanya piutang kompensasi dari pemerintah untuk 2018 dan 2019 dengan total senilai Rp 45,4 triliun. Selain itu ada penerbitan global medium term notes (GMTN) senilai US$ 1,5 miliar pada Juni 2020 dengan tingkat bunga lebih rendah dan tenor lebih panjang dibanding pinjaman sebelumnya.
Sinthya menyebutkan penerbitan GMTN pada tahun lalu itu meraup sukses besar. Pasalnya bunga yang didapat jauh lebih murah dan kompresi harga dari indikatif awal sekitar 0,7 persen dan memperoleh penawaran oversub dari para investor global.
Sepanjang tahun 2020, PLN tercatat membukukan laba bersih senilai Rp 5,99 triliun. Angka tersebut naik Rp 1,6 triliun dari laba bersih pada 2019 sekitar Rp 4,3 triliun.
BISNIS
Baca: Protes Soal THR, Buruh Outsourcing PLN 30 Provinsi Akan Demo dan Mogok Serentak