Penerapan kebijakan itu dikhawatirkan mematikan lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini banyak membantu rakyat kecil, serta sebenarnya ikut meringankan beban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang belum sepenuhnya merata.
"Semestinya pemerintah lah yang berkewajiban penuh menyelenggarakan pendidikan dan kebudayaan bagi seluruh rakyat sebagaimana perintah konstitusi," ucap Haedar. Sebaliknya, jika pemerintah tidak menunaikannya secara optimal, sama dengan mengabaikan konstitusi.
Lebih jauh, menurut dia, pemerintah justru perlu berterima kasih kepada ormas penyelenggara pendidikan yang selama ini membantu meringankan beban kewajiban menyelenggarakan pendidikan dan program kerakyatan lainnya. Bukan malah membebani dengan PPN.
"Ormas keagamaan seperti Muhammadiyah, NU, Kristen, Katolik, dan sebagainya justru meringankan beban dan membantu pemerintah yang semestinya diberi reward atau penghargaan, bukan malah ditindak dan dibebani pajak yang pasti memberatkan," kata Haedar.
Bila kebijakan PPN Pendidikan itu dipaksakan, menurut dia, nanti akan mampu menyelenggarakan pendidikan selain negara yang memang memiliki APBN, justru para pemilik modal yang akan berkibar dan mendominasi. "Sehingga pendidikan akan semakin mahal, elitis, dan menjadi ladang bisnis layaknya perusahaan," kata Haedar.
ANTARA
Baca: Tolak PPN Pendidikan, PBNU: Apa yang Ada di Mindset Pengambil Kebijakan Itu?