Sementara realisasi cost recovery pada 2020 sebesar US$ 8,12 miliar perkiraan realisasi pada tahun 2021 sebesar US$ 8,52 miliar, sedang asumsi makro cost recovery untuk tahun 2022 sebesar US$ 8,65 miliar.
Sebelumnya, pemerintah mengejar target produksi satu juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030 untuk menopang kebutuhan energi nasional.
Dalam waktu sembilan tahun ke depan, pemerintah akan melakukan sejumlah upaya guna mewujudkan target tersebut mulai dari menyederhanakan izin pengusahaan wilayah kerja minyak dan gas nonkonvensional, transformasi sektor hulu migas, hingga mendatangkan investasi senilai US$ 250 miliar.
"Dalam aturan baru nanti wilayah kerja eksisting dapat langsung melakukan eksplorasi maupun eksploitasi migas nonkonvensional tanpa kontrak baru," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji.
Pemerintah juga akan melaksanakan studi migas nonkonvensional di seluruh wilayah kerja aktif untuk menentukan potensi, lalu melakukan pengeboran produksi.
Tutuka menjelaskan pemerintah akan memanfaatkan teknologi menggunakan multi-stage fractured horizontal (MSFH) sebagai proyek percontohan dengan estimasi biaya per sumur mencapai US$ 22 juta, yang diproyeksikan dapat memaksimalkan kegiatan eksplorasi dan ekspoitasi migas nonkonvensional.