Juru Bicara sekaligus Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma (Persero) Bambang Heriyanto menambahkan, harga juga ditetapkan setelah dilakukan perhitungan pengambilan margin/keuntungan harga vaksin. "Bio Farma mengambil keuntungan sesuai dengan KMK program Vaksinasi Gotong Royong," ujarnya.
Menurut KMK, kata Bambang, harga pembelian vaksin merupakan harga tertinggi vaksin per dosis yang dibeli oleh badan hukum/badan usaha, sudah termasuk margin/keuntungan 20 persen dan biaya distribusi ke kabupaten/kota. Namun, tidak termasuk pajak pertambahan nilai (PPN).
Adapun, tarif maksimal pelayanan vaksinasi merupakan batas tertinggi atau tarif per dosis untuk pelayanan vaksinasi gotong royong yang dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan milik masyarakat/swasta, sudah termasuk margin/keuntungan 15 persen, tidak termasuk pajak penghasilan (PPh).
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menilai harga vaksin Gotong Royong tersebut sangat sulit terjangkau oleh pelaku usaha di segmen usaha mikro, kecil, dan menengah. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah membedakan harga vaksin untuk perusahaan padat karya dan UMKM dalam pelaksanaan program tersebut.
"Kondisi UMKM saat ini masih parah," ujar Ikhsan.
Menurut dia, pemerintah ataupun produsen tidak seharusnya mengambil untung sebesar nilai yang ditetapkan dalam KMK sehingga harga yang dipatok pun bisa dipertimbangkan untuk disesuaikan dengan kondisi pelaku usaha di segmen UMKM.
Ikhsan menegaskan bahwa Asosiasi UMKM menolak harga Vaksin Gotong Royong yang ditetapkan pemerintah. "Kemungkinan tidak ada perusahaan UMKM yang bisa ikut. Kami lebih baik menunggu program vaksinasi pemerintah," kata Ikhsan.
BISNIS
Baca: Harga Vaksin Gotong Royong Rp 1 Juta, Indef: Ada Ketimpangan