“Tidak ada jalan lain selain kita kompromi. Mereka (pengusaha) mengupayakan pembicaraan bipartit,” ujar Haryadi. Menurut Haryadi, ada sejumlah sektor yang saat ini masih mengalami kesulitan pendapatan, seperti sektor angkutan darat, tekstil, dan perhotelan. Pengusaha hotel di Bali, misalnya, nyaris menutup usaha akibat rendahnya tingkat kunjungan selama setahun pandemi sehingga mereka tidak memiliki kemampuan untuk membayarkan THR.
Dengan kondisi arus kas yang tidak lancar, Haryadi menilai perusahaan tak mungkin dipaksa untuk membayar tunjangan secara penuh bagi para pekerja. “Yang paling penting karyawan tidak di-PHK. Saya rasa dalam kondisi ini bisa ada kesepakatan pengusaha dan karyawan asal transparan,” tutur Haryadi.
Sementara itu Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI menyatakan akan membuka ruang bipartit dengan pengusaha. Syaratnya, buruh meminta perusahaan menunjukkan bukti laporan keuangan selama dua tahun bagi sektor-sektor yang tidak mampu membayar THR secara penuh, seperti industri pariwisata dan turunannya.
“Bipartit bisa sepanjang ada bukti kasat mata yang terlihat, yaitu laporan pembukuan perusahaan yang merugi selama dua tahun, dan bernegosiasi dengan serikat pekerja,” ujar Presiden KSPI Said.
Secara bersamaan, Said meminta bukti laporan keuangan itu diserahkan ke dinas ketenagakerjaan setempat. Setelah itu, pemerintah akan menilai kemampuan perusahaan dalam membayarkan kewajibannya kepada pekerja berdasarkan pembukuan keuangannya.