Pada Februari 2021, Ombudsman mencatat stok beras di penggilingan masih 1 juta ton. Kemudian stok di lumbung pangan masih ada sebanyak 6.300 ton, di Pasar Induk Cipinang 30,6 ribu ton, di rumah tangga sebanyak 3,2 juta ton, dan tempat lain 260,2 ribu ton.
Bila diakumulasikan, jumlah stok beras yang ada saat ini masih 6 juta ton. Sementara itu bila merujuk angka BPS, diperkirakan pada Januari hingga April lahan panen padi di dalam negeri bisa menghasilkan 14,45 juta ton beras. Angka ini naik 26,8 persen atau 3 juta ton beras dibanding tahun sebelumnya.
Dilihat dari indikator lain, stok beras di Jabodetabek tercatat sebanyak 3.300-3.500 ton per hari. Padahal normalnya hanya 3.000 ton per hari. Dari angka tersebut, Ombudsman tidak melihat adanya kelangkaan stok beras dalam negeri, bahkan menunjukkan indikasi panen raya.
Selanjutnya dari sisi stabilitas harga, Ombudsman melihat dalam tiga tahun terakhir pemerintah berhasil menjaga gejolak harga beras. “Pada 2018 awalnya gejolak tapi pertengahan tahun stabil. Lalu 2019, 2020, hampir 3 tahun pemerintah sudah menstabilkan sebuah komoditas yang asetnya nilainya tidak kurang dari Rp 747 triliun,” ujar Yeka.
Selain maladministrasi mekanisme keputusan impor, Ombudsman mencium adanya masalah dalam manajamen stok beras akibat kebijakan yang tidak terintegrasi di hulu dan hilir. Indikatornya terlihat dari adanya penurunan mutu beras sampai sekitar 400 ribu ton di Gudang Bulog.
Dari temuan itu, Ombudsman akan melakukan inisiatif untuk mencegah terjadinya maladministrasi. “Seminggu ke depan kami kumpulkan informasi, kami surati beberapa pihak terkait,” tutur Yeka.