Para investor, pelaku usaha, pasar, dan otoritas terkait kini masih menunggu keputusan dari Federal Reserve Bank (The Fed) Amerika Serikat (AS) atas keputusan terkait suku bunga acuan. Menurut Andry, pertanyaan besar terkini yaitu apakah ekonomi AS akan pulih lebih cepat melibihi ekspektasi pasar.
“Jika angka inflasi akan lebih tinggi lagi, ya, pasti market akan antisipasi. US Treasury akan naik. Mungkin benchmark rate-nya akan flat, tapi market rate-nya akan naik. Kalau situasi itu terjadi,” ujar Andry.
Hal serupa juga diutarakan oleh Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Dia memperkirakan BI7DRR masih akan bertahan pada 3,5 persen di Maret 2021, sama seperti bulan lalu.
Menurutnya, BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya untuk mengantisipasi arah suku bunga Federal Reserve Bank (Fed), yang selanjutnya akan mendorong daya tarik aset keuangan Rupiah sehingga mendorong stabilitas nilai tukar rupiah.
“Suku bunga acuan di level 3,5 persen diperkirakan masih konsisten untuk menjangkar ekspektasi inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Josua kepada Bisnis, Rabu.
Keputusan RDG BI pada bulan ini dinilai akan sangat dipengaruhi oleh hasil keputusan Fed dalam Federal Open Market Committe (FOMC) Maret 2021 yang akan digelar 16-17 Maret 2021, terutama terkait assesment terhadap perekonomian Amerika Serikat (AS) dan arah suku bunga Fed dalam jangka menengah.
“Oleh sebab itu, dengan upaya mendorong terciptanya stabilitas rupiah serta masih berlanjutnya transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial BI, yang direspon juga oleh tren penurunan suku bunga perbankan, diharapkan akan tetap mendukung pemulihan ekonomi domestik dalam jangka pendek ini,” katanya.
BISNIS
Baca juga: Gubernur BI Beberkan Alasan Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 3,5 Persen