Sertifikat persil yang dimaksud saat ini berada di bawah penguasaan BCA, sebagai obyek hak tanggungan yang seharusnya berakhir pada 2016.
Dalam gugatan tersebut, Sri Bintang juga menyatakan bahwa perpanjangan kredit yang dilakukan BCA terhadap pihaknya bertentangan dengan hukum karena dilakukan tanpa pemberitahuan, kehadiran dan persetujuan pemberi hak tanggungan.
Sri Bintang menuntut para tergugat membayar ganti rugi Rp 10 miliar. Tuntutan ganti rugi tersebut dikarenakan jaminan terpaksa dijual murah untuk membayar utang debitur, senilai Rp 2 miliar. Kemudian, penantian kembalinya sertifikat hak milik (SHM) persil wilis selama lima tahun sejak 2016, senilai Rp 1 miliar setahun.
Ganti rugi Rp 10 miliar tersebut juga termasuk biaya materiil dan bukan-materiil yang harus dikeluarkan selama satu tahun dengan menyampaikan gugatan dan sidang-sidang di Pengadilan Negeri, dengan kemungkinan banding dalam upaya mencari keadilan dan kebenaran senilai Rp 3 miliar.
Sri Bintang juga menuntut BCA dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta II membayar Rp 100 juta untuk setiap hari penundaan atas putusan pengadilan. Terakhir, dia juga meminta putusan pengadilan dalam provisi ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun ada proses bantahan, perlawanan atau banding.
HENDARTYO HANGGI
Baca juga: BCA Turunkan Bunga Deposito ke Level Terendah 3 Persen, Bagaimana Bank Lain?