Karena itu, Rizal menyarankan agar pemerintah bergerak cepat dalam membentuk hubungan diplomasi yang baik dengan presiden anyar Amerika Serikat. "Termasuk juga bagaimana merealisasikan perjanjian dagang yang segera bisa dilakukan untuk minimal mempertahankan ekspor ke Amerika Serikat."
API mendata hingga 2018 nilai ekspor garmen Indonesia masih di bawah US$ 10 miliar, sedangkan Bangladesh dan Vietnam masing-masing hampir menyentuh level US$ 40 miliar dan US$ 30 miliar. Di samping itu, pangsa pasar pakaian jadi Indonesia di pasar global belum dapat menembus level tertingginya pada 2001 atau menembus level 2 persen.
"Kita punya sektor industri yang integral, cuma kelemahan kita tidak ada FTA [free trade agreement] dengan negara tujuan seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat. [Selain itu] upah minimum mereka lebih rendah dibandingkan kita dan produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan kita," katanya
Sebelumnya, Rizal memiliki harapan besar akan peningkatan investasi terkait telah disahkannya UU Omnibus law Cipta Kerja. Pasalnya, BKPM mencatat tren investasi TPT sejauh ini hanya meningkat sedikit dan tidak signifikan.
"Meski kami kira efektivitas dari hasil UU ini akan terjadi pada akhir tahun depan mengingat sekarang PP belum dirilis dan pandemi masih berlangsung," ujar Rizal.
Tak hanya itu, investasi industri dalam negeri pun diharapkan lebih bergairah dalam melakukan ekspansi. Rizal menilai sejauh ini kebanyakan pabrikan lebih menerapkan strategi relokasi. Tren relokasi saat ini pun menyasar Jawa Tengah mengingat daerahnya menawarkan upah yang murah.
Menurutnya, belum lama ini setidaknya ada lima pabrikan yang melakukan relokasi di sejumlah daerah di Jawa Tengah antara lain Boyolali, Brebes, Ungaran, dan lainnya.
"Saya kira akan lebih banyak yang pindah mengingat biaya yang ditawarkan di Jawa Tengah lebih efisien dan infrastruktur yang baik ke pelabuhan dibandingkan jika dari Jawa Barat harus ke Tanjung Priok," kata Rizal.
BISNIS
Baca juga: Kadin Sebut 1.000 Perusahaan Amerika Akan Cabut dari Cina