Di samping mengandalkan pendapatan dari penjualan tiket penumpang, Ziva mendorong perseroan mengkonversi beberapa penerbangan menjadi aktivitas pengangkutan kargo seperti yang sudah dilakukan Garuda beberapa bulan terakhir. Walaupun tarif angkutan kargo berbeda dengan penjualan tiket penumpang, strategi ini diyakini bisa mendatangkan profit yang cukup tinggi sehingga kinerja keuangan perseroan tetap terjaga.
Di luar itu, Ziva memaklumi Garuda Indonesia merugi. Sebab, sektor penerbangan adalah industri yang beban biayanya sangat tinggi, namun margin keuntungannya tipis. “Sedikit sekali maskapai penerbangan komersial di dunia yang selalu untung dari waktu ke waktu,” katanya.
Garuda membukukan kerugian sepanjang Juli hingga September sebesar US$ 1,07 miliar atau Rp 15,32 triliun. Kondisi ini menambah beban perseroan yang sepanjang semester I sudah mencatatkan kerugian sebesar US$ 712,73 juta atau setara dengan Rp 10,34 triliun.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra meyakini kinerja perusahaan pada akhir kuartal 2020 akan membaik meski di kuartal ini perusahaannya merugi. “Berbagai upaya pemulihan kinerja yang dilakukan sudah on the track. Kami optimistis kinerja perusahaan pada periode tiga bulan kedepan akan semakin menunjukan pertumbuhan positif, khususnya dengan adanya periode libur panjang akhir tahun,” ujar Irfan.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca juga: Kerap Rugi, Bagaimana Keuangan Garuda dalam 5 Tahun Terakhir?