TEMPO.CO, Jakarta - Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatat kerugian hingga US$ 1,07 miliar atau sekitar Rp 15,2 triliun (kurs Rp 14.227 per dolar AS) per September 2020. Hal tersebut disampaikan dalam laporan keuangan perseroan kuartal ketiga tahun 2020 yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia.
Dalam laporannya, Garuda Indonesia menyebutkan kerugian terutama karena pukulan pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020. "Dan (2020) menjadi tahun yang terburuk sepanjang sejarah bisnis airlines," seperti dikutip dari pernyataan manajemen Garuda Indonesia dalam keterbukaan informasinya, Jumat, 6 November 2020.
Baca juga:
Hal ini senada dengan Laporan Kinerja Ekonomi Industri Airlines Global periode Juni 2020 yang dipublikasikan oleh IATA sebelumnya menyebutkan kerugian bersih industri maskapai penerbangan global mencapai US$ 84,3 miliar akibat pandemi Covid-19.
Asia Pasifik, sebagai wilayah pertama yang terkena imbas pandemi Covid-19, mengalami kerugian yang lebih besar dibandingkan wilayah lainnya. Sepanjang tahun ini, seluruh maskapai di wilayah Asia Pasifik juga diperkirakan bakal mencatat kerugian rata-rata per penumpang mencapai US$ 30,1, rugi bersih setelah pajak US$ 29 miliar, dan marjin bersih negatif 22,5 persen.
Dalam laporan keuangan kuartal III tahun 2020 disebutkan rugi bersih Garuda Indonesia sekitar Rp 15 triliun itu berbanding terbalik dibandingkan catatan pada kuartal III/2019 saat GIAA meraup laba bersih US$ 122,42 juta atau sekitar Rp 1,7 triliun.