"Soal investasi, kenapa akhir-akhir ini dibilang butuh menarik investasi, tapi kondisinya baik, naik terus. Ironisnya ini tidak beriringan dengan daya serap tenaga kerja. Sudah bahan baku tidak diambil dari dalam negeri, serapan tenaga kerjanya juga tidak besar," katanya.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) Najih Prastiyo menyoroti banyaknya aturan turunan UU Cipta kerja yang akan disusun nantinya yang justru kontradiktif dengan keinginan Presiden Jokowi untuk menyederhanakan aturan.
"Saya mengapresiasi Presiden Jokowi yang akan memangkas UU yang hambat investasi, tapi kemudian dia menjelaskan dari UU Cipta Kerja ini nanti ada peraturan pemerintah dan banyak lagi turunan ini itu. Kalau tujuannya aturan baru di bawahnya, apa hubungannya dengan perampingan yang disampaikan di awal?" ungkap Najih.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Benidiktus Papa menyoroti pengebirian aturan mengenai lingkungan hidup yang dalam UU Cipta Kerja. Ada pun Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) menilai UU Cipta Kerja sangat sentralitas, jauh dari semangat reformasi yang mendorong desentralisasi.
"Lalu, soal pengelolaan tanah, pemerintah mengatakan ini akan digunakan untuk pembangunan. Kalau mau bangun bangsa Indonesia, jangan kasih ke investor, coba kasih ke masyarakat sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat 2," kata Ketua Umum KMHDI I Kadek Andre Nuaba.
Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonensia (GMKI) Corneles Galanjinjinay menilai UU Cipta Kerja sebaiknya disebut UU kemudahan investasi karena substansinya yang lebih memudahkan investasi, bukannya menciptakan lapangan kerja.