Alfred juga menilai penguatan harga saham emiten BUMN farmasi seperti KAEF dan INAF juga dipengaruhi oleh faktor kepemilikan saham oleh masyarakat yang masih sedikit. Akibatnya harga kian menggelembung ketika tersulut sentimen positif.
Berdasarkan komposisi pemegang sahamnya, publik hanya memiliki 9,97 persen saham KAEF yang beredar. Di sisi lain, saham INAF juga hanya dimiliki 11,99 persen oleh publik.
Lebih lanjut, Alfred menilai kinerja fundamental saham emiten farmasi saat ini sudah berada pada tahap irasional jika dibandingkan dengan pergerakan sahamnya. Sebagai contoh, INAF baru mencatatkan keuntungan untuk kinerja pada tahun 2019 lalu dalam lima tahun terakhir.
“Masyarakat ini terlalu yakin sekali terhadap perbaikan kinerja. Ini yang menurut saya alasan mengapa harganya bubble, karena book value-nya (INAF) hampir 20 kali,” sambungnya.
Senada, Head of Research Reliance Lanjar Nafi mengatakan pergerakan saham farmasi memang memiliki momentum yang cukup tinggi saat ini.