Sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik, kata dia, data-data tersebut termasuk dalam kategori data publik yang dapat kapan saja diakses dan dibuka pada masyarakat luas.
"Agar memudahkan kontrol, apakah kontrak-kontrak dan evaluasi yang pemerintah lakukan sudah sesuai dengan kaidah dan aturan perundang-undangan, termasuk kaidah membuka seluas-luasnya partisipasi dan aspirasi publik," ujarnya.
Karena, kata dia, masyarakat sekitar tambang dan masyarakat sipil telah memiliki sejumlah catatan panjang mengenai rekam jejak sejumlah perusahaan itu di lapangan. Koalisi juga ingin tahu apakah masyarakat juga diajak bicara saat melakukan evaluasi termasuk siapa saja daftar nama tim evaluatornya, adakah anggota tim yang konflik kepentingan, apakah melibatkan wakil dan komponen masyarakat korban,
seberapa independen tim ini.
Senada dengan Rupang, WALHI Kalsel meminta pemerintah untuk evaluasi terhadap sejumlah perusahaan pemegang PKP2B tak hanya berbasiskan pada hal-hal yang sifatnya
administratif. Direktur WALHI Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mengatakan perusahaan-perusahaan itu memiliki segudang kejahatan, mulai dari kasus pencemaran, perampasan lahan, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk persoalan
reklamasi dan rehabilistasi lubang tambang yang tidak dilakukan.
“Data-data ini harusnya menjadi instrumen penting dalam melakukan evaluasi, jika tidak maka dikhawatirkan evaluasi yang diselenggarakan hanya formalitas, apalagi tertutup malah berpotensi menjadi ruang baru transaksi yang koruptif,” kata Kisworo.