Kondisi ini pun mengakibatkan terjadinya penurunan persentase jumlah mitra dan penurunan jumlah orderan dari pengemudi mitra non-TPI. KPPU kemudian memberikan sanksi denda total Rp 30 miliar dengan rincian Rp 7,5 miliar untuk pelanggaran Pasal 14 dan Rp22,5 miliar atas Pasal 19(d). Sedangkan TPI dikenakan denda total Rp 19 miliar dengan rincian Rp 4 miliar dan Rp 15 miliar atas dua pasal tersebut.
Tak lama setelah putusan denda, Grab mengambil langkah hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Grab mengajukan keberatan lantaran putusan KPPU dinilai tak berdasar.
Sidang pun bergulir hingga akhirnya putusan PN Jakarta Selatan digelar pada Jumat, 25 September 2020. Ketua Majelis Hakim Ratmoho didampingi anggota Majelis PN Jakarta Selatan, Haruno Patriadi dan Dedi Hermawan, membatalkan putusan KPPU dalam sidang itu.
"Berdasarkan kesaksian para mitra berbadan hukum di persidangan, terbukti mereka tidak merasakan terjadinya diskriminasi. Majelis komisi KPPU juga tidak menilai kualitas para saksi lain yang diduga melakukan pidana penggelapan, serta terkena suspend," ujar Majelis.
Majelis menerima keberatan para pemohon, sekaligus membatalkan putusan KPPU yang memberikan denda kepada Grab serta TPI. Dengan demikian, denda senilai Rp 30 miliar kepada Grab Indonesia dan Rp 19 miliar kepada TPI dibatalkan.
Adapun KPPU menghormati keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membatalkan sanksi denda untuk Grab Indonesia sebesar Rp 30 miliar. Sanksi itu sebelumnya diberikan berdasarkan keputusan Hakim KPPU atas kasus diskriminasi order prioritas.
“Kami tentu menghormati hasil yang ada,” ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur saat dihubungi Tempo, Sabtu, 26 September 2020.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BISNIS
Baca juga: Pengadilan Batalkan Denda Rp 30 M untuk Grab, KPPU Hormati Putusan