Pelaku pasar, ujar Hans, masih menunggu aturan mengenai stimulus fiskal anyar sebesar US$ 1,5 triliun di Amerika Serikat. Hingga saat ini, wacana tersebut masih belum bisa dipastikan realisasinya. Namun, ia mengatakan kepastian mengenai stimulus tersebut bisa menjadi sentimen positif yang mendorong naik indeks-indeks dunia.
Di samping stimulus fiskal, Hans mengatakan pelaku pasar juga masih memperhatikan data ekonomi AS yang lemah, serta ketidakpastian prospek ekonomi di sana. . Hal ini sejalan dengan pernyataan The Fed tentang laju pemulihan ekonomi yang melambat. "Pemulihan yang melambat membuat optimisme pelaku pasar saham menurun sehingga terjadi tekanan koreksi di pasar saham," tuturnya.
Isu lain yang menjadi perhatian juga meningkatnya ketegangan antara pemerintah AS dan Cina, setelah Presiden Donald Trump berencana melarang WeChat dan Tiktok di negaranya mulai Ahad malam ini. Rencana tersebut diambil dengan dalih keamanan nasional. Apabila kebijakan tersebut direalisasikan, ia menyebut hubungan dua negara berpotensi semakin memanas.
"Sentimen lainnya adalah koreksi pada sebagian saham Teknologi masih menjadi penekan pergerakan pasar. Sudah hampir dua pekan saham-saham teknologi mengalami tekanan turun akibat kekhawatiran valuasi yang terlalu tinggi," ujar Hans.
Ia pun berujar perkembangan kebijakan berbagai negara dalam menghadapi Covid-19 menghidupkan kembali kekhawatiran pasar akan dampak pandemi pada pemulihan ekonomi sehingga menjadi sentimen negatif di pasar modal dunia.
BACA JUGA: Sepekan, Volume Transaksi di BEI Naik 2 Persen tapi Nilai Turun Rp 690 M
CAESAR AKBAR