TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menyebutkan keterlibatan pemerintah dalam kerugian yang dialami PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN. Dia menilai kondisi keuangan dua BUMN itu, diperparah oleh perilaku pemerintah yang semakin tidak taat azas anggaran.
Salah satu penyebab buruknya kinerja keuangan dua perseroan itu, karena bengkaknya utang pemerintah di Pertamina dan PLN melalui kebijakan dana kompensasi.
"Jadi suka-suka pemerintah. kalau Pertamina dan PLN harganya tidak boleh naik, tapi ongkosnya naik, maka pemerintah mengatakan nanti dibayarkan tenang saja. Nah tenang saja itu sampai setahun," kata Faisal dalam diskusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Komisi VI, Jakarta, Senin, 31 Agustus 2020.
Akibatnya, kata dia, tunggakan pemerintah kepada Pertamina dan PLN menjadi menumpuk.
Adapun pada Semester I 2020, Pertamina tercatat mengalami kerugian Rp 11,13 triliun. Sementara itu, PT PLN, pendapatannya turun hingga 96,28 persen pada Semester I 2020.
Baca Juga:
Padahal Faisal menilai dua perusahaan itu bagus, salah satunya karena komitmen direksinya bagus. Namun dia menyayangkan direksi tidak berani mengadu ke DPR mengenai kondisi perusahaan sebenarnya.