Namun begitu, Laode meminta Ahok lebih bijak mengeluarkan pernyataan agar internal perusahaan negara dalam bidang energi itu bisa lebih stabil. Terlebih sebagai komisaris utama, Ahok seharusnya bisa dengan mudah memanggil rapat dan minta klarifikasi langsung dari jajaran direksi Pertamina.
Secara bersamaan, kata Laode, Ahok dapat mencari solusi dalam mengatur Pertamina ke depan agar tidak rugi dan dapat memberikan pemasukan kepada kas negara. "Tidak sebaliknya justru seperti mengeksploitasinya dan terkesan politis," ucapnya.
Lebih jauh Laode menjelaskan, kalaupun video yang beredar itu benar adanya, pernyataan Ahok soal pembubaran Pertamina berpotensi maladministrasi. Substansi pernyataan itu bisa bertentangan pasal 33 UUD 1945 dan juga kepentingan publik atau masyarakat luas di Indonesia.
Pertama, menurut dia, karena Pertamina merupakan BUMN yg menguasai hajat hidup orang banyak khususnya di bidang energi minyak dan gas bumi. Posisinya sama dengan PLN yang dibentuk dengan kekhususan untuk memberikan pelayanan hajat hidup atau kebutuhan dasar di bidang kelistrikan.
Kedua, Pertamina merupakan BUMN yang berperan untuk menjaga kebutuhan migas nasional bagi warga Indonesia. Hingga saat ini belum ada perusahaan yang bisa menggantikan peran Pertamina untuk urusan migas. "Sehingga sangat-sangat sensitif jika sekonyong-konyong ada ide pembubaran Pertamina hanya karena peristiwa rugi yang bersifat temporer," kata Laode.
Baca juga: DPR Akan Panggil Ahok Minta Penjelasan Kerugian Pertamina Tembus 11 Triliun