Di tahun itu, penempatan dana Asabri di portofolio saham mencapai Rp 5,34 triliun dan reksa dana Rp 3,35 triliun. Sisa investasi mereka yang paling likuid ketika dibutuhkan tinggal Rp 2,02 triliun.
Adapun berdasarkan audit BPK, Asabri kedapatan membeli saham bodong senilai Rp 802 miliar. Perseroan juga disinyalir membeli dua saham gorengan, yakni milik PT Eureka Prima Jakarta senilai Rp 203,9 miliar dan PT Sugih Energy Tbk (SUGI) senilai Rp 425 miliar.
Ada pula pelepasan 12 saham non-blue chip senilai Rp 1,062 triliun ke reksa dana afiliasi yang diduga bertujuan mengerek keuntungan akhir tahun.Selain itu, BPK menyoroti pembelian lahan ribuan kaveling tanpa sertifikat senilai Rp 732 miliar.
Di samping BPK, Ombudsman diam-diam mempelajari pola penempatan dana perseroan ke beragam portofolio. Tim bentukan Ombudsman mulai membedah keuangan Asabri pada 2019. Pemeriksaan oleh lembaga negara pengawas pelayanan publik ini mengendus lemahnya pengawasan investasi di Asabri. Praktik menggoreng hingga menggadaikan saham ditengarai mulai terjadi pada 2013-2014, sebelum Sonny menjabat sebagai bos perusahaan.
Temuan Ombudsman menunjukkan sebaran investasi di Asabri penuh ketidakwajaran meski banyak di antaranya yang ditempatkan di perusahaan milik negara. Dari porsi itu, investasi yang menghasilkan laba dari kenaikan harga saham justru berada di perusahaan pelat merah yang kinerjanya tidak moncer. Kala itu, Asabri menikmati kenaikan harga PT Indofarma (Persero) Tbk yang mencapai 307,2 persen dan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk sebesar 43,2 persen.
Merujuk pada temuan Ombudsman, dugaan praktik lancung dalam pengelolaan dana Asabri di saham-saham non-likuid menggeliat pada awal 2014. Sebelum itu, Asabri hanya berinvestasi saham Rp 56 miliar di segelintir perusahaan. Tepat saat kasus Jiwasraya meledak, permainan investasi di Asabri ikut 'game over'.
Pada 2019, Asabri mencatatkan risk based capital (RBC) -571,17 persen dan jumlahnya diperkirakan akan membengkak pada 2020 menjadi -643,49 persen. Hal tersebut terjadi karena liabilitas perseroan senilai Rp36,94 triliun lebih tinggi dibandingkan dengan total aset senilai Rp 30,84 triliun.
Asabri pun menorehkan unrealized loss investasi saham dari program Tunjangan Hari Tua (THT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JKm) senilai Rp 4,84 triliun. Hasil investasi perseroan secara keseluruhan pada 2019 pun tercatat negatif Rp 4,94 triliun.
MAJALAH TEMPO