TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menyebutkan jebloknya pertumbuhan ekonomi nasional minus 5,32 persen di kuartal kedua tahun ini adalah kontraksi ekonomi pertama sejak krisis terparah tahun 1998 silam.
"Karena pertumbuhan pada triwulan pertama hanya 2,97 persen, maka pertumbuhan kumulatif sampai semester pertama tahun ini pun terkontraksi sebesar 2,95 persen," ujar Faisal Basri seperti dikutip dari blognya, www.faisalbasri.com, Rabu, 5 Agustus 2020.
Pernyataan Faisal merespons pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) atas data produk domestik bruto (PDB) terbaru yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi pada kuartal II tahun 2020. Sementara pada kuartal sebelumnya, pertumbuhan ekonomi minus 2,97 persen.
BPS sebelumnya mengumumkan pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua tahun ini terkontraksi atau minus 5,32 persen. Angka ini makin jatuh ketimbang pertumbuhan ekonomi di kuartal sebelumnya sebesar 2,97 persen.
Dengan demikian, kontraksi ekonomi ini menjadi kontraksi kuartalan terbesar sejak dua dekade lalu. "Sejak triwulan I 1999 mengalami kontraksi sebesar 6,13 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto, Rabu, 5 Agustus 2020.
Suhariyanto juga mengimbau agar semua pihak membangun optimisme. Pasalnya, dia melihat adanya geliat ekonomi sejak relaksasi PSBB pada awal Juni lalu. "Meskipun masih jauh dari total. Jadi triwulan ketiga, harus menggandeng tangan sehingga geliat ekonomi bergerak."
Faisal Basri menyebutkan konsumsi rumah tangga yang merupakan komponen terbesar dalam PDB dengan kontribusi 58 persen, akhirnya merosot atau mengalami kontraksi sebesar 5,51 persen.