Perbaikan peringkat tersebut, menurut Andreas, terbantu oleh impor pangan yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir dari 21,9 juta ton impor di tahun 2014, menjadi 27,6 juta ton impor pada 2018.
Tercatat, peringkat ketahanan pangan tertinggi dimiliki oleh Singapura yang hampir seluruh pangannya diimpor. Melihat contoh tersebut, Andreas berpendapat tidak ada korelasi antara ketahanan pangan dan upaya untuk meningkatkan produksi pangan.
"Impor saja selesai untuk ketahanan pangan. Tapi ingat, apa yang terjadi di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara, ketika terjadi lonjakan harga pangan, hancur juga mereka," ujarnya.
Andreas pun mengatakan, negara seperti Indonesia akan cukup berisiko jika menggantungkan ketahanan pangannya ke impor. "Setelah presiden mengatakan tekan impor, baru turun sedikit. Jadi ini masalahnya, ternyata ketahanan pangan kita itu ditentukan oleh impor pangan," tuturnya.