TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (DJPKTN) Kementerian Perdagangan mencatat 14,3 juta unit meter kWh pelanggan PT PLN (Persero) belum menjalani tera ulang. Kondisi ini berpotensi merugikan baik pelanggan maupun perusahaan itu sendiri.
Direktur Metrologi DJPKTN Rusmin Amin menyatakan setiap alat ukur wajib ditera untuk memastikan akurasinya. Khusus meter kWh elektronik wajib ditera ulang setelah 10 tahun dan meter elektromekanik 15 tahun. "Jika sudah melewati masa penggunaannya dan tidak ditera, alat diragukan akurasinya dan tidak memberikan kepastian hukum atas kalkulasinya," ujarnya kepada Tempo, Selasa 16 Juni 2020.
Berkaca dari pengalaman uji sampel pada 2011, Kementerian Perdagangan menemukan alat meter yang kadaluwarsa dapat merugikan kedua belah pihak. Kasubdit UTTP dan Standar Ukuran Direktorat Metrologi Denny Tresna Seswara menyatakan uji sampel itu dilakukan di PLN Jawa Barat dan Banten. Sebanyak 1.278 unit meter kWh berusia di atas 10 tahun diperiksa. Sekitar 800 unit di antaranya memiliki kesalahan meter di atas batas toleransi yaitu 2 persen.
Denny menuturkan, hampir 60 persen dari sekitar 800 unit itu memiliki rata-rata kesalahan meter +17,5 persen. Artinya, PLN mengalami rata-rata kurang bayar 17,5 persen dari harga per kWh. Sementara itu sekitar 40 persen lainnya mengalami kesalahan meter rata-rata -16 persen. "Ini menandakan konsumen yang merugi," katanya.
Dia menuturkan PLN sebagai pemilik alat wajib mengajukan tera ulang kepada unit metrologi lokal di daerah. Namun tak ada permintaan setidaknya dalam dua tahun terakhir. Jaminan akurasi sebenarnya dapat digantikan dengan opsi lain berupa penggantian alat baru bertanda tera. Namun kementerian mendapatkan minim laporan mengenai penggantian tersebut dari PLN.
Temuan Kementerian Perdagangan mengenai 14,3 juta unit meter kWh yang perlu ditera ulang telah disampaikan kepada Menteri BUMN Erick Thohir melalui surat bernomor 496/M-DAG/SD/6/2020. Surat tersebut dikirim pada 5 Juni 2020 dengan dibubuhi paraf Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.