TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Agus Joko Pramono memperingatkan pemerintah soal pengelolaan anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN. Dia mengingatkan pemerintah bahwa Program PEN ada kesamaan dengan awal-awal terjadinya kasus BLBI dan Bank Century.
"Ini tampaknya juga terjadi sekarang kami sudah berikan warning kepada pemerintah. Angka yang dibutuhkan pada PEN sekarang terus meningkat, karena tidak memitigasi dulu besarannya sebelum membuat kebijakan," kata Agus dalam diskusi virtual, Selasa, 9 Juni 2020.
BPK, kata dia, sudah menyampaikan kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan, Menteri Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan, bahwa sebelum membuat kebijakan harus dimitigasi terlebih dahulu tingkat kedalaman dari kebijakan tersebut. Khususnya beban terhadap keuangan negara.
Saat ini, kata dia, ada program PEN yang seolah-olah melakukan bailout, tetapi sebenarnya bukan bailout, namun membantu likuiditas. Bantuan itu diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara, pengusaha mikro, dan nanti diberikan kepada pengusaha yang bukan mikro.
Agus mengingatkan soal pengalaman pada masa BLBI. "Ada satu hal dulu yang tidak boleh terjadi sekarang. Pada waktu kita BLBI, kita tidak mengetahui berapa sebenarnya jumlah utang atau jumlah beban yang dibutuhkan pada waktu kita melakukan bailout pada waktu itu. Ini penting sekali," ujarnya.
Saat krisis moneter 1998, ada 48 bank sekarat yang mendapat guyuran dana Rp 144,5 triliun. Belakangan, terungkap banyak bank melakukan praktik lancung pemberian kredit yang ikut menimbulkan krisis moneter. Alih-alih mendapat sanksi karena melanggar batas maksimum pemberian kredit, para debitor malah menikmati kucuran duit negara-dan mayoritas gagal bayar. Perkara ini dikenal sebagai kasus BLBI.
Menurut Agus, masalah serupa juga terjadi pada kasus Century. Dari hasil pemeriksaan BPK, saat itu, KSSK tidak mengetahui pasti nilai untuk melakukan bailout di Bank Century. "Sehingga pada saat Menkeu menanda tangani pada saat itu 2009, kebutuhan itu hanya Rp 670 miliar tetapi pasa saat dilaksanakan kebutuhan itu berubah menjadi Rp 7 triliun," kata Agus.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan menggelontorkan Rp 641,17 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Nilai tersebut, terbagi dari 11 instrumen kebijakan.
"Jadi total dana pemulihan ekonomi bagi yang terkena dampak negatif Covid-19 Rp 641,17 triliun," kata Sri Mulyani dalam pertemuan virtual, Senin, 18 Mei 2020.
Pada 3 Juni, Sri Mulyani mengatakan untuk program penanganan Covid-19 atau virus Corona, pemerintah menggelontorkan Rp 677,2 triliun. Angka itu mencakup bidang kesehatan, bantuan sosial dan dukungan kepada perekonomian.
"Ini berdasarkan postur baru yang akan kami sampaikan dalam revisi Perpres (Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020)," kata Sri Mulyani dalam siaran langsung usai rapat dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Rabu, 3 Juni 2020.
Dari angka tersebut, dia mengatakan alokasi anggaran untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN sebesar Rp 589,5 triliun.
HENDARTYO HANGGI