TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengaku miris terhadap upaya pemerintah menyelamatkan UMKM di masa pandemi virus corona. Menurut dia, anggaran penyelamatan yang digelontorkan untuk UMKM lebih sedikit ketimbang anggaran yang dibenamkan untuk badan usaha milik negara (BUMN) melalui penyertaan modal negara (PMN) hingga dana talangan investasi.
"Anggaran penyelamatan ini lebih banyak untuk BUMN daripada UMKM. Ini gila. Ini sedang krisis, lalu PMN buat apa? Mau ekspansi (bisnis) terus?" tuturnya dalam diskusi yang dilakukan secara virtual, Rabu, 20 Mei 2020.
Berdasarkan data yang dipaparkan Faisal, pemerintah menggelontorkan total stimulus Rp 152,15 triliun untuk BUMN. Sebanyak Rp 25,27 triliun dikucurkan untuk lima perusahaan pelat merah dalam bentuk dana PMN. Di antaranya PLN, Hutama Karya, Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, Permodalan Nasional Madani, dan Pengembangan Pariwisata Indonesia.
Sedangkan Rp 94 triliun lainnya diberikan sebagai bentuk pembayaran kompensasi untuk Pertamina, PLN, dan Bulog. Selanjutnya, dana talangan investasi senilai Rp 32 triliun diberikan kepada Bulog, Garuda Indonesia, PTPN, Kereta Api Indonesia, Krakatau Steel, dan Perum Perumnas dengan besaran yang bervariasi.
Menurut Faisal Basri, pemerintah semestinya menahan dulu anggaran untuk BUMN, khususnya pemberian PMN. "Tunda dulu 2-3 tahun supaya kita bisa bernapas dan utang tidak terlalu banyak," ucapnya.
Lebih lanjut, Faisal Basri memandang selama ini perusahaan BUMN merupakan sumber masalah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kian merosot. Padahal, kata dia, BUMN tidak terlampau berperan besar dalam menyerap tenaga kerja.
Pemerintah mengucurkan stimulus sebesar Rp 401,5 triliun untuk penanganan wabah corona. Dari total dana tersebut, pemerintah menyatakan bahwa sekitar Rp 150 triliun akan dipakai untuk membantu sektor UMKM dan dunia usaha yang terimbas wabah corona.