TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk meminta keterangan terkait formulasi harga bahan bakar minyak (harga BBM) setelah harga minyak mentah dunia anjlok di level minus US$ 37 per barel. Saat ini, KPPU mencatat harga BBM di Indonesia belum turun, padahal beberapa negara di Asia Tenggara sudah menurunkan harganya secara cukup signifikan.
"Kami akan minta klarifikasi Kementerian ESDM sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Mudah-mudahan kementerian bisa memberikan penjelasan," ujar Direktur Ekonomi KPPU Zulfirmansyah dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada Kamis, 23 April 2020.
Berdasarkan catatan KPPU, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP) pada Februari hingga Maret telah mengalami penurunan signifikan. Jika pada Januari harga ICP per barel masih di level US$ 60, pada Maret, harga minyak mentah sudah melorot menjadi rata-rata US$ 34 per barel.
Penurunan harga minyak itu juga berlaku untuk acuan harga lain, seperti WTI, Brent, dan MOPS. Dari fenomena itu, beberapa negara di Asia Tenggara pun langsung menurunkan harga BBM-nya.
Vietnam, misalnya. Setelah dikonversi ke rupiah, negara itu menurunkan harga paling tajam mencapai Rp 8.152 untuk RON 95. Sedangkan Thailand dan Filipina menjadi Rp 12 ribu. Adapun Singapura yang tercatat memiliki harga BBM tertinggi juga menurunkan harga menjadi Rp 22 ribu. "Di Malaysia, penurunan juga lumayan drastis sampai setengahnya," kata dia.
Sedangkan di Indonesia, pada Januari hingga Maret, harga BBM baru turun sekitar 2 persen untuk semua jenis. Zulfirmansyah mengakui, sebetulnya perhitungan harga BBM itu dipengaruhi oleh dua hal, yakni harga minyak mentah dan depresiasi rupiah. "Nah, memang kita sedang terjadi depresiasi rupiah, tapi nilainya hanya 15 persen," ucapnya.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati sebelumnya telah menjelaskan alasan perseroan belum menurunkan harga bahan bakar minyak di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU di tengah kondisi harga minyak dunia yang anjlok. Menurut dia, harga itu tidak bisa langsung disesuaikan oleh Pertamina sebagai perusahaan pelat merah.
"Kalau kami sebagai trading company beda sekali, ketika harga BBM itu murah, bisa kami jual murah juga. Namun, Kami tidak bisa setop produksi kilang dan hulu," kata Nicke dalam dapat virtual dengan komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 21 April 2020.
Menurut dia, sebagai perusahaan BUMN, Pertamina tidak bisa menurunkan harga BBM dan menutup kilang walau harga minyak turun. Hal itu terjadi lantaran perusahaan harus tetap membayar gaji karyawan. "Sekarang BBM impor lebih murah. Kalau lihat harga minyak sekarang ini, mending kami tutup semua kilang. Tapi kan faktanya tidak bisa seperti itu," ujarnya.
HENDARTYO HANGGI