"Kalau impor kita turun itu pertanda buruk karena barang yang kita impor itu untuk memproduksi barang yang kemudian juga untuk diekspor juga. Apa yang terjadi dengan impor itu konsisten dengan apa yang terjadi dengan ekspor," ujar Febrio.
Belakangan, tutur Febrio, neraca perdagangan Indonesia memang terlihat surplus. Namun, kalau ditelaah, justru karena impor melambat pertumbuhannya, begitu pula dengan angka ekspornya. Walau, ketika ekspor dikurangi impor hasilnya masih menjadi surplus.
"Memang ini menjadi positif karena tekanan pada CAD menjadi berkurang, tapi ini adalah pertanda buruk pada sektor riil karena sedang mengurangi aktivitas perekonomian yang akan diterjemahkan pada pertumbuhan ekonomi yang lebih melambat," ujar dia.
Berdasarkan catatan BKF, ekspor masih menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 2,9 persen pada triwulan I 2020. Capaian tersebut didukung oleh sektor manufaktur dan pertanian. Di sisi lain, faktor harga mendorong penurunan ekspor tambang dan migas.
Dari sisi impor, BKF mencatat angkanya terkontraksi 3,7 persen di kuartal I 2020. Penurunan itu diakibatkan penurunan impor bahan baku dan barang modal. Sementara, untuk impor barang konsumsi tercatat masih tumbuh positif walau melambat ketimbang awal tahun.