TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno mendesak Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 untuk segera dicabut. Beleid itu salah satunya mengizinkan ojek online maupun angkutan penumpang pribadi sepeda motor mengangkut penumpang di zona pembatasan sosial berskala besar atau PSBB.
"Peraturan ini sangat kontradiktif, bertentangan dengan aturan sebelumnya dan aturan dalam Permenhub itu sendiri serta prinsip physical distancing (jaga jarak fisik)," ujar Djoko dalam keterangan tertulis menanggapi soal beleid berjudul Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Ahad, 12 April 2020.
Aturan itu, kata Djoko, juga bertabrakan dengan aturan-aturan yang diterbitkan sebelumnya. Sebab, sebelumnya pemerintah dan pemerintah daerah sudah memiliki Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Beleid ini memiliki regulasi turunan saat pandemi berlangsung, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Selanjutnya, Menteri Kesehatan juga menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Baca Juga:
Adapun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merilis Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Seluruh peraturan yang ada sebelumnya mendukung percepatan penanganan penyebaran wabah virus corona di Jakarta. Poin-poin dari masing-masing aturan juga selaras dan saling mendukung.
Dalam aturan yang ada sebelum Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 terbit pun, ojek online disebutkan hanya boleh beroperasi mengangkut barang. Artinya, ojek tak diizinkan mengangkut penumpang.
Djoko mengatakan adanya peraturan ini dapat membawa penumpang melanggar esensi menjaga jarak fisik dan menimbulkan ambiguitas. Beleid itu juga malah akan menimbulkan masalah anyar di lapangan lantaran Kementerian Perhubungan mensyaratkan pelbagai hal yang sulit diaplikasikan.
Contohnya terkait sterilisasi kendaraan hingga kepastian pengendara berada dalam keadaan sehat dengan suhu tubuh normal. Djoko menyatakan hal itu mustahil untuk diawasi dengan benar.
Bila dijalankan, menurut Djoko, pemerintah harus menyediakan tambahan personel dan anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan. Di samping itu, ia memandang akan terjadi kebingungan petugas di lapangan.
Djoko menilai pasal ini semata-mata akan mengakomodasi kepentingan bisnis aplikator transportasi ojol. "Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum," ucapnya.