Pamungkas menceritakan, Dewan Pengawas mendapatkan informasi adanya tagihan dari GMV alias Global Media Visual untuk Liga Inggris Rp 27 miliar pada 31 Oktober dan jatuh tempo pada 15 November 2019. Hingga 31 Desember 2019, tutur dia, tagihan itu belum terbayarkan.
Pembayaran Liga Inggris, menurut Pamungkas, memang tidak ada dalam Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan 2019 yang telah disahkan. Dengan demikian tagihan itu menjadi utang pada tahun 2020. Padahal, pada tahun ini pun, pembayaran tersebut tidak ada dalam RKAT.
Karena itu, Pamungkas mengatakan tagihan pembayaran Liga Inggris kepada perseroan bisa semakin menumpuk. Total, tagihan itu adalah sekitar Rp 69 miliar belum termasuk pajak. Rinciannya, angka tersebut terdiri dari Rp 27 miliar tagihan 2019, Rp 21 miliar tagihan pada Maret 2020, serta Rp 21 miliar pada September 2020, dengan masing-masing di luar biaya pajak.
Selain itu, Dewan Pengawas TVRI pun mempermasalahkan Liga Inggris lantaran pada mulanya disebut gratis. Namun ternyata pada akhirnya berbiaya total sekitar Rp 126 miliar di luar pajak dan biaya lainnya untuk kontrak tiga musim alias 2019-2022. Setiap musim, perseroan mesti menggelontorkan sekitar lebih dari Rp 552 per pertandingan untuk setiap musim.
Padahal TVRI pun hanya mendapatkan hak dua pertandingan per pekan dari sepuluh pertandingan setiap pekannya. Adapun delapan pertandingan lainnya di Mola TV dengan berlangganan. Di saat yang sama, kata Pamungkas, MNC TV yang menayangkan Liga Inggris sebelumnya menggelontorkan US$ 10 juta atau sekitar Rp 140 miliar untuk seluruh tayangan.