TEMPO.CO, Jakarta - Importir batu bara terbesar di dunia, Cina, akan mulai memangkas pembelian pada 2020 mendatang. Dengan produksi dalam negeri yang mencapai rekor dan permintaan yang terkoreksi, eksportir batu bara seperti Indonesia dan Australia akan mengalami tekanan.
"Cina kemungkinan akan memotong konsumsi batu bara sebesar 8 persen pada tahun 2020. Ini akan mengurangi profitabilitas penambang di Australia dan Indonesia," kata Michelle Leung, analis Bloomberg Intelligence, seperti dikutip melalui Bloomberg, Senin 23 Desember 2019.
Tahun 2019 ini, Cina telah membeli 299 juta ton batu bara untuk listrik dan baja dalam 11 bulan pertama. Angka ini 10 persen lebih tinggi dari level tahun lalu dan rekor untuk periode tersebut.
Morgan Stanley memperkirakan, dengan pasokan lokal yang lebih banyak pada 2020, kemungkinan akan membuat penurunan pembelian batu bara di Cina sebanyak 25 juta ton di tahun depan.
"Pemangkasan akan mengimbangi pertumbuhan permintaan di tempat lain di Asia, dan penurunan harga pelayaran dapat berlanjut lebih lama menjadi rata-rata US$ 66 per ton dari sekitar US$79 pada 2019," analisis Morgan Stanley.
Menurut Zhai Yu, konsultan senior di Wood Mackenzie Ltd. yang berbasis di Beijing, kelebihan pasokan di pasar batu bara Cina kemungkinan akan membuat harga domestik tetap rendah. Sehingga, hal ini akan mengurangi daya tarik kargo luar negeri.
"Pemerintah ingin meningkatkan ekonomi dengan cara apa pun dan cara terbaik adalah dengan mendapatkan batu bara termurah. Pada saat yang sama, mereka tidak ingin batu bara impor membahayakan pekerjaan penambangan dalam negeri," kata James Stevenson, direktur global untuk penelitian batubara di IHS Markit Ltd.
BISNIS