INFO BISNIS — Yel-yel “Ngobrol Tempo: Lansia Sehat Sepanjang Hari” terus berkumandang di ruang pertemuan lantai 6 Siloam Hospitals Yogyakarta, Jumat pekan lalu, 22 November 2019. Ruang itu dipenuhi puluhan lansia dari berbagai wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Semua yang hadir tampak bersemangat, meski usia mereka rata-rata di atas 70 tahun.
Sebagian dari mereka sudah saling kenal. Di antaranya ada lansia dari komunitas Hash House Harriers (komunitas pencinta olahraga lintas alam). Di Yogyakarta, komunitas Hash ini sedang ngetren.
Ada fakta menarik tentang lansia. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016, jumlah lansia di Indonesia mencapai 22,4 juta jiwa atau 8,69 persen dari jumlah seluruh penduduk. Diperkirakan 20 tahun mendatang atau tahun 2045 jumlah lansia di Indonesia akan mencapai 63,31 juta atau 20 persen dari total jumlah penduduk.
“Bahkan data terbaru dari Susenas 2018 menyebutkan, jumlah lansia kita sudah mencapai 24 juta jiwa,” kata spesialis penyakit dalam dokter Joyo Santoso Sp.PD, satu-satunya pembicara dalam acara Ngobrol Tempo tersebut.
Menurut Joyo, meningkatnya jumlah lansia itu merupakan bukti makin tingginya usia harapan hidup manusia Indonesia. Yang menarik, jumlah lansia di Yogyakarta mencapai 13 persen “Ini angka tertinggi di Indonesia,” ucapnya.
Masalah klasik yang selalu mengiringi kesehatan para lansia adalan munculnya berbagai penyakit degeneratif dan metabolik, seperti hipertensi dan penyakit persendian. “Hipertensi yang tidak terkontrol seringkali menyebabkan stroke,” katanya.
Masalah geriatri lain adalah kondisi tubuh yang disebabkan imobilitas atau susah bergerak. Hal ini seringkali menyebabkan luka di pantat lalu luka itu menimbulkan infeksi. Dan, yang tak kalah penting adalah seringnya terjadi gangguan inkontinensia urine, yaitu sebuah kondisi kandung kemih yang tidak dapat dikontrol. Akibatnya, lansia sering ngompol atau beser. “Kondisi ini bisa diatasi kalau penyebabnya infeksi,” kata Joyo.
Joyo menuturkan, proses berkemih dipengaruhi oleh beberapa hal. Yang sering terjadi adalah sistem saraf yang mengontrol klep kandung kemih sudah melemah alias klepnya sudah dol. Karena sistem sarafnya terganggu, maka elastisitas otot-otot dasar panggul akan menurun. Selain itu juga inkontinensia terjadi karena kandung kemihnya terlalu aktif.
“Sarafnya terlalu sensitif sehingga sebentar-sebentar kencing. Di samping itu, minum kopi maupun teh juga memacu lansia sering kencing,” ujar Joyo yang alumni Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman itu.
Untuk mengatasi hal tersebut, Joyo menyarankan agar lingkungan rumah dipersiapkan lebih baik. Misalnya, posisi kamar mandi jangan terlalu jauh dari kamar tidur. Manajemen kencing juga bisa dilakukan, yaitu setiap 2-3 jam ke kamar mandi. Untuk kegiatan di luar ruangan yang dikhawatirkan tidak bisa mengelola kencing secara maksimal, maka disarankan penggunaan popok, karena lebih mudah dan efektif.
Selain itu, para lansia juga dapat melatih memperpanjang jeda waktu kencing. Bila biasanya satu jam sekali kencing, maka dilatih setiap satu setengah jam sekali, lalu dua jam sekali. Begitu seterusnya jeda waktu ditingkatkan, sehingga tubuh terlatih untuk mengelola waktu kencing.
Teknologi industri kesehatan juga saat ini banyak membantu lansia mengatasi gangguan inkontinensia urine. Salah satunya adalah tersedianya popok untuk lansia produksi Confidence.
"Teknologi industri kesehatan juga saat ini banyak membantu lansia mengatasi gangguan inkontinensia urine. Confidence menyediakan popok untuk lansia yang bisa menampung air seni hingga tiga kali kencing," ujar Devita Christianti, Associate Brand Manager Confidence.
Popok untuk lansia tersedia dua macam, yaitu untuk inkontinensia ringan dan untuk inkontinensia berat. Khusus untuk inkontinensia berat, daya tampung urine hingga 4x serap (siang hari) dan 6x serap (malam hari). Penggunaan popok ini membuat para lansia bisa tidur nyenyak semalaman tanpa perlu bangun untuk kencing ke kamar mandi. (*)