TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Saleh Partaonan Daulay, memprotes pernyataan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris yang menyebut besaran iuran premi asuransi lebih murah ketimbang pulsa. Kritik itu ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat pada Rabu, 6 November 2019.
"Iuran BPJS Kesehatan lebih murah dibandingkan dengan pulsa telepon. Ini tidak komparatif, kompatibel. Saya protes, benar-benar protes,” ujar Saleh di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu sore.
Saleh menyebut perkara kebutuhan membeli pulsa tidak sebanding dengan kebutuhan asuransi kesehatan. Berkebalikan dengan pulsa yang merupakan kebutuhan sekunder atau tersier, Saleh mengatakan asuransi kesehatan adalah kebutuhan utama alias primer.
Tak hanya memprotes pernyataan bos BPJS Kesehatan yang menyamakan besaran iuran dan harga pulsa, Saleh juga keberatan ihwal pernyataan Fachmi yang menyatakan pembayaran premi setara dengan Rp 2.000 per hari. Menurut dia, hitungan simpel itu justru menimbulkan riak di level masyarakat.
“Saat ini orang yang gajinya Rp 20-30 ribu per hari masih ada. Kalau satu keluarga menambung Rp 2.000 per orang sedangkan anggota keluarga berjumlah lima orang, itu sudah enggak sebanding,” tutur Saleh.
Menurut Saleh, pernyataan Fahmi terkesan menyederhanakan masalah. Padahal, kata dia, perkara kenaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan persoalan serius, utamanya bagi masyarakat kalangan miskin atau terancam miskin.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan, khususnya untuk peserta mandiri kelas III, sudah ditolak oleh Komisi IX DPR pada September lalu. Kendati tak didukung Dewan, pemerintah tetap menetapkan kenaikan iuran untuk mengatasi persoalan defisit BPJS Kesehatan.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan secara resmi diketok setelah Presiden Jokowi meneken Peraturan atau Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada 24 Oktober lalu. Besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk seluruh kelas peserta ini mencapai 100 persen.