Menurut dia, pembatasan data internet memang membuat orang kehilangan sumber informasi dalam jangka waktu tertentu pendek. Namun, kata dia, masyarakat justru lebih banyak kehilangan sumber informasinya yang tidak kredibel. Di mana, dia menilai hal itu bagus untuk sementara.
"Tapi pembatasan itu opsi terakhir yang kamu lakukan. Karena kami harus menjaga prinsip kebebasan berekspresi, kebebasan pers, dengan national security," kata dia.
Dia mengklaim pada waktu melakukan pembatasan data internet pada 21-22 Mei diapresiasi oleh global. Dia melihat terdapat 10 referensi negara yang pernah melakukan hal itu, namun pilihannya hanya diblokir total atau dihidupkan, bukan pembatasan tertentu.
Aliansi SAFEnet menunjukkan poster tuntutan saat menggelar aksi solidaritas di depan Kementerian Informatika dan Komunikasi di Jl Tanah Merdeka, Jakarta, Jumat, 23 Agustus 2019. Kominfo mengumumkan pemblokiran data di Papua dan Papua Barat, bertujuan untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Papua dan sekitarnya. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
"Karena itu kami diundang di Inggris untuk menyampaikan presentasi, kok Indonesia bisa dianggapnya menyeimbangkan antara implementasi freedom of press atau freedom of expression dengan national security," kata Rudiantara.
Dia juga mengatakan pemblokiran itu menguntungkan bagi eksodus di Papua. Contohnya, kata dia, saat pekan lalu bertemu Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Dia mengatakan hal itu menguntungkan warga Jawa Timur di Papua yang ingin kembali ke Jawa Timur.
"Mereka bahkan mengharapkan ditutup total, karena mereka ketakutan dari informasi yang mereka terima melalui internet. Kalau kita merasakan punya empati dengan mereka, bahkan maunya ditutup total. Kita di Jakarta tidak merasakan, jadi seolah-olah warga Papua dan Wamena saja yang merasakan," kata dia.
CAESAR AKBAR | KODRAT SETIAWAN | ALI AKHMAD NOOR HIDAYAT | ANDI IBNU