Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Mogadishu Djati Ertanto mengatakan soal pengenaan bea masuk untuk untuk impor biji kakao sudah lama dibahas oleh pemerintah.
Namun, kata Mogadishu, sampai saat ini belum ada solusi yang tepat soal itu. Hal serupa juga terjadi untuk permintaan kenaikan bea masuk untuk produk olahan kakao karena memerlukan kajian mendalam. Mogadishu menuturkan untuk menaikkan bea masuk produk olahan kakao harus melalui perundingan baru ASEAN Free Trade Area (AFTA). “Harus buka perundingan lagi kalau mau menaikkan tarif bea masuk olahan kakao,” ujar Mogadishu.
Kasubdit Tanaman Penyegar dan Tanaman tahunan dan Penyegar Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Hendratmojo Bagus Hudoro menuturkan pemerintah tidak bisa serta merta menurunkan bea masuk biji kakao meskipun tujuannya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. Hanya saja, kata Bagus, jangan sampai kebijakan itu nantinya bisa menekan harga di tingkat petani. "Kami ingin nantinya usulan itu tetap memperhatikan kepetingan produsen (petani). Kami juga harus memperhatikan supply-demand terjaga," ujar Bagus.
Untuk meningkatkan kapasitas produksi biji kakao, Bagus menuturkan pemerintah segera menjalankan program BUN 500 atau penyebaran 500 juta batang bibit unggul, termasuk benih kakao. Meski begitu, Bagus belum bisa memastikan porsi benih kakao dalam program BUN 500 tersebut.
Saat ini, Bagus menuturkan kementerian tengah dalam proses identifikasi atau pemetaan hingga persiapan infrastrukturnya. Sementara, lokasi penyebaran benih akan dilakukan di Sulawesi, Sumatera Barat, Aceh, Lampung, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Selatan, "Target kami, tahun depan benih sudah didistribusikan," ujar Bagus.