Di samping itu, ia pun mengatakan para terlapor sejatinya sudah menjalankan saran dan rekomendasi komisi soal kasus tersebut, yaitu dengan cara mengajukan pengunduran diri dari posisi komisaris Sriwijaya Air.
Adapun untuk kasus kartel tiket pesawat, KPPU mulai menggelar investigasi pada Februari 2019. Sedangkan dugaan adanya kartel telah terendus sejak November 2018.
Dalam masa penyelidikan, KPPU menetapkan sejumlah entitas sebagai pihak terlapor. Di antaranya PT Garuda Indonesia Group beserta anak usahanya PT Citilink Indonesia. Juga PT Sriwijaya Group yang mengoperasikan Sriwijaya dan Nam Air, yang telah menjalin kerja sama operasi dengan Garuda Group. Terlapor lain ialah PT Lion Mentari Airlines yang mengoperasikan Lion Air, Batik Air, dan Wings Air.
Maskapai-maskapai itu diduga melanggar Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta Pasal 11 dengan beleid yang sama. Berdasarkan kasus sebelumnya, perusahaan yang dinyatakan bersalah bakal mendapat sanksi denda dan sanksi administrasi berupa pembatalan perjanjian.
Ihwal perkara kartel, Garuda Indonesia sebelumnya juga telah dijatuhi hukuman denda A$ 19 juta (sekitar Rp 190 miliar) oleh pengadilan Federal Australia karena terlibat dalam praktik kartel dengan berbagai maskapai lainnya untuk mengatur pengiriman kargo. Keputusan penjatuhan denda dikeluarkan pada 30 Mei 2019 di Canberra dan mendapat sambutan baik dari Komisi Perlindungan Konsumen Australia (ACCC).
Sebelumnya Ketua Indonesia National Air Carrier Association (INACA) I Gusti Ngurah Ashkara Danadiputra alias Ari Askhara membantah adanya praktik oligopoli di balik melambungnya harga tiket pesawat. Ari yang juga Direktur Utama Garuda Indonesia itu menduga perusahaan lain ikut menaikkan tarif penerbangan setelah perusahaannya mulai mengerek harga tiket.
CAESAR AKBAR | FRANCISCA CHRISTY