"Maka kualitas udara Jakarta masih bagus atau sehat," ujar Karliansyah. Apabila dibandingkan dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia alias WHO, yaitu pada angka 25 mikrogram per nano meterkubik, maka kualitas udara di Jakarta masuk kategori sedang.
Karliansyah mengatakan jika dirunut kepada data tahun 2015 dan 2016 maka kualitas udara di Ibu Kota juga tergolong masih bagus atau sehat lantaran masih di bawah ambang batas baku mutu udara ambien. Kala itu, data diperoleh dari pengukuran manual melalui evaluasi kualitas udara perkotaan.
"Jika dilihat per parameter dan per wilayah administrasi, maka udara kota Jakarta tidak dapat dikatakan makin membaik atau makin menuru, alias relatif konstan," ujar Karliansyah. Ia juga menunjukkan data AIr Visual tahun 2017 dari Lembaga Swadaya Masyarakat di Beijing, Cina. Dari data tersebut, kualitas udara di Jakarta berdasarkan data rata-rata tahunan PM 2,5 berada pada urutan ke-160, yaitu pada angka 29,7 mikrogram per nanometer kubik atau kategori sedang.
Pada pekan lalu, situs penyedia peta polusi udara AirVisual mencatat bahwa DKI Jakarta merupakan kota dengan tingkat polusi udara terburuk di dunia. Laman AirVisual menyebutkan bahwa Air Quality Index-nya (AQI) memiliki nilai 208 per Rabu pagi, 26 Juni 2019 pukul 08.33 yang artinya udara di Jakarta sangat tidak sehat.
Menurut Karliansyah, dalam kepentingan publikasi semestinya data yang disampaikan memang data rata-rata harian, atau data rata-rata tahunan, bukan data sesaat. "kalau itu dipenuhi maka tidak ada keraguan bahwa itu adalah data yang sebenarnya kualitas udara yang ada," ujar dia. "Jadi, kalau lihat sesaat betul ada yang jauh di atas (ambang batas). Tapi dengan waktu dia berubah, kita buat rata-rata tadi angkanya 31,49 (mikrogram per nanometer kubik)."
Baca berita tentang Kualitas Udara lainnya di Tempo.co.