TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan kementeriannya tidak akan ikut campur mengatur besaran tarif tiket pesawat. Sebab, besaran harga tiket pesawat semestinya dilepas ke mekanisme pasar.
Simak: Rapat di DPR, Menhub Budi Karya Dicecar Soal Tiket Pesawat
“Di dalam undang-undang, kami hanya diamanahkan menentukan tarif batas atas dan tarif batas bawah,” ujar Budi Karya dalam rapat kerja bersama Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Juni 2019.
Pernyataan Budi Karya ini menanggapi sejumlah kritik anggota parlemen Komisi V yang mengkomplain kondisi harga tiket pesawat. Komidi V menilai, harga tiket yang beredar di pasar telah melampaui daya beli masyarakat.
Kritik itu salah satunya diujarkan oleh politikus Partai Demokrat, Willem Wandik. Ia berujar, tingginya tarif pesawat telah menghambat mobilisasi masyarakat Papua. Dia lantas mengusulkan pemerintah mengatur kebijakan memberi harga khusus untuk perjalanan udara dari dan menuju Papua.
Menurut Budi Karya, entitas yang memiliki otoritas terhadap perkara harga tiket pesawat adalah Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha alias KPPU. BUMN dinilai memiliki porsi untuk ‘bicara’ soal harga tiket karena negara memiliki saham mayoritas di maskapai penerbangan Garuda Indonesia.
“Garuda adalah leading price. Kalau maskapai menetapkan harga, yang lain ikut,” ucapnya.
Sementara itu, KPPU memiliki porsi menginvestigasi dan menindaklajuti perusahaan maskapai bila komisi mengendus ada kecurangan dari praktik duopoli. Duopoli ditengarai terjadi lantaran saat ini maskapai di Indonesia hanya dikuasai dua perusahaan besar, yakni Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group.
Simak: Selain Harga Tiket Pesawat, Biaya Logistik di RI Dinilai Mahal
Meski demikian, Budi Karya memastikan saat ini tak ada maskapai asing yang melanggar tarif atas maupun bawah. Hanya, harga yang ditawarkan tak dimungkiri menyentuh tarif batas atas tiket pesawat.