TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengatur pembuatan iklan untuk produk dan layanan jasa keuangan digital. Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito mengatakan aturan pembuatan iklan produk digital akan dimasukkan lewat revisi POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Baca juga: OJK Terbitkan Pedoman Iklan Layanan Produk Keuangan
"Kami akan lakukan amandemen terhadap beberapa ketentuan itu. Karena seperti peer to peer lending dan crowdfundung kan belum masuk," kata Sarjito saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa 16 April 2019.
Sebelumnya, OJK telah menerbitkan pedoman mengenai pembuatan iklan dan produk layanan jasa keuangan. Pedoman ini disusun sebagai acuan berperilaku perusahaan dalam memasarkan produk dan jasa keuangan.
Perilaku dalam hal ini ialah bagaimana seharusnya penyedia jasa keuangan beriklan. Selain itu, Dengan adanya pedoman ini, OJK berharap perilaku penyedia jasa dalam mengeluarkan iklan bakal sesuai dengan market conduct.
Menurut Sarjito, selama ini penegakan hukum terhadap aturan lebih banyak menyasar iklan-iklan yang muncul di media cetak. Karena itu, otoritas tengah membahas lebih jauh mengenai adanya aturan ini terutama berkaitan dengan produk keuangan keuangan digital seperti financial technology atau pinjaman online.
Kendati demikian, Sarjito menjelaskan dia belum tahu revisi aturan tersebut bakal rampung. Ia mengatakan masih ada beberapa proses yang perlu dilewati hingga aturan tersebut selesai direvisi.
"Saya harapannya satu kali rapat dewan komisioner terus selesai, tapi kan antre sebenarnya lebih karena prosedur sih," kata Sarjito.
Sementara itu, Sarjito menjelaskan dalam membuat iklan perusahaan harus mengacu pada empat kriteria. Keempatnya adalah iklan harus akurat, jelas, jujur dan juga tidak menyesatkan.
Sarjito mencontohkan misalnya untuk kriteria keakuratan, perusahaan atau pihak ketiga yang membuat iklan dilarang menggunakan data riset internal. Iklan yang menggunakan klaim data riset harus mencantumkan sumber yang independen.
Selain itu, iklan dilarang menggunakan kata superlatif seperti seperti “paling”, “nomor satu”, “satu-satunya”, ”top”, kata berawalan “ter”, atau kata yang dapat dipersamakan dengan itu. Jika menggunakan maka iklan wajib mencantumkan referensi yang kredibel.
Kemudian, Sarjito melanjutkan, OJK melarang penggunaan kata "gratis" jika disertai upaya tertentu. Sebab, apabila konsumen perlu melakukan sesuatu terlebih dahulu maka itu bukan gratis atau cuma-cuma melainkan hadiah dari perusahaan.
"Maka itu enggak boleh bilang gratis dengan mewajibkan konsumen melakukan suatu upaya tertentu terlebih dahulu. Gratis ya gratis, jangan ditambah-tambahi," kata Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK ini.