TEMPO.CO, Jakarta - Deindustrialisasi atau penurunan kontribusi sektor manufaktur menjadi substansi yang disinggung calon presiden Prabowo Subianto dalam segmen awal debat pamungkas pada Sabtu, 13 April 2018. Prabowo mengkritik bahwa Indonesia saat ini tak memproduksi apa-apa.
Baca: Debat Pilpres Kelima, Pertumbuhan Ekonomi Bakal Jadi Isu Utama
Ekonom sekaligus anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Koalisi Indonesia Kerja (KIK) Arif Budimanta mengatakan keadaan industri di masa pemerintahan Jokowi tak seperti yang ditudingkan Prabowo. "Beliau justru telah meluruskan arah sistem ekonomi Indonesia yang mengarah ke berbasis Pancasila," ujar Arif seusai debat di The Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu, 13 April 2019.
Arif mengatakan, selama 4,5 tahun Jokowi menjabat, industri manufaktur tetap memberikan kontribusi yang positif. Manufaktur juga diklaim menjadi penyumbang produk domestik bruto atau PDB.
Adapun selama ini yang menjadi konsentrasi Jokowi terhadap masalah yang dihadapi pemerintah bukan tidak tumbuhnya industri manufaktur, melainkan value edit yang dihasilkan dari industri. "Misalnya, gimana caranya kita mengolah sawit bukan hanya di level CPO tapi juga biofuel. Ini kan industrialisasi, ada teknologi, proses," ujar Arif.
Kritik terhadap deindustrialisasi itu dikemukakan Prabowo saat pemaparan visi-misi di segmen pertama. Prabowo mengatakan pemerintah tidak mungkin memberikan kesejahteraan yang sebenarnya bagi masyarakan Indonesia. "Padahal dalam UUD 1945 sudah jelas rancangbangun perekonomian kita, jelas kita tidak bisa biarkan kekayaan nasional mengalir keluar."
Arif mengatakan selama ini pembangunan Indonesia telah berorientasi pada Tanah Air. Menurut Arif, bahkan pemerintahan Jokowi telah mencatatkan prestasi di bidang ekonomi. Pemerintah, kata dia, telah menfokuskan pemerataan pembangunan pada daerah tertingggal.
Pemerataan distribusi ini berdampak pada penekanan disparitas harga. Imbasnya, ketimpangan di Pulau Jawa dengan pulau-pulau lain minim.
Baca: Di Kampanye Akbar, Jokowi Singgung Prestasi Ekonomi RI
Ia juga mengklaim neraca perdagangan migas dan nonmigas positif. "Juga terkait dengan pemerimaan negara. Ekstensifikasi dan intensifikasi sudah dilakukan dengan Pak Jokowi," ujarnya. "Terkait dengan penerimaan bukan hanya dari deviden, tapi juga pajak tapi juga neraca," Arif mengimbuhkan.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA