TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM yang bergerak di bidang lingkungan dan tata kelola sawit menyoroti strategi dua calon presiden (Capres) Jokowi dan Prabowo mengenai pengelolaan sawit usai menjalani debat kedua pada Ahad malam, 17 Februari 2019 kemarin. Kepala Departemen Kampanye Sawit Watch Maryo Saputra Sanudin menilai dari debat kemarin, kedua kandidat belum mampu menampilkan strategi apa yang bakal dilakukan mengenai industri sawit.
Berita terkait: Soal Tanah Prabowo, Jokowi Tak Merasa Singgung Personal
"Dari yang disampaikan, keduanya tidak terlihat strategi apa yang bakal dilakukan untuk di industri sawit. Apakah melakukan intensifikasi atau ekstensifikasi," kata Maryo ketika dihubungi Tempo, Senin 18 Februari 2019.
Pada Ahad kemarin, Komisi Pemilihan Umum atau KPU mengelar acara Debat Capres Kedua di Hotel Sultan, Jakarta Selatan. Dalam debat, salah satu pertanyaan yang diajukan adalah mengenai strategi dan kebijakan yang bakal diterapkan untuk industri sawit supaya target biodiesel 20 persen atau B20 bisa tercapai untuk mensejahterakan petani dan buruh kebun sekaligus pada saat bersamaan menjaga keberlanjutan lingkungan.
Dalam debat tersebut, calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto menyatakan akan fokus pada perbaikan pola Perkebunan Inti Rakyat dan juga menjanjikan bakal menjadi negara net importir kelapa sawit untuk bahan bakar. Adapun calon presiden nomor urut 01, Jokowi menyatakan akan fokus pada peningkatan program B20 menjadi B100.
Maryo menjelaskan ketidakjelasan strategi kedua capres tersebut sangat mengkhawatirkan. Apalagi, industri ini merupakan industri yang banyak menyumbang devisa terbesar bagi negara. Ia khawatir, jika tidak jelas, strategi yang banyak diterapkan justru pembukaan lahan baru untuk mencapai target devisa.
"Tentu ini bisa menimbulkan kekacauan terhadap industri sawit, sehingga cita-cita untuk mencapai produk yang sustainable menjadi sulit tercapai," kata Maryo.
Peneliti Auriga, Syahrul Fitra menilai, strategi yang diterapkan oleh keduanya cenderung pada proses perluasan kebun sawit. Padahal saat ini pemerintah telah melakukan moraturium sawit.
Menurut dia, yang perlu dilakukan saat ini adalah membenahi data dasar sawit yang masih berantakan seperti seperti data luasan kebun, kepemilikan dan kebun rakyat. Selain data tersebut, pemerintah perlu mempersiapkan infrastruktur industrialisasi sawit.
"Kalau semalam, sayang kandidat membayangkan soal biofuel aja. Padahal banyak produk turunan yang bisa diproduksi di dalam negeri. Ini perlu jadi perhatian. Untuk perkebunan, harus mendorong intensifikasi produksi," kata Syahrul.
Simak berita tentang Jokowi hanya di Tempo.co