TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah menyiapkan langkah alternatif untuk membiayai kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, pasca pasar Surat Utang Negara (SUN) sepi peminat. “Kami menyiapkan penerbitan surat utang melalui private placement (penempatan langsung tanpa lelang),” ujarnya, di Jakarta, Jumat 11 Mei 2018.
Sri Mulyani berujar sebagai langkah antisipasi, pemerintah juga menyiapkan Badan Layanan Umum (BLU) yang akan menyerap penerbitan SUN hingga Rp 13 triliun, serta menggunakan skema Bond Stabilization Framework (BSF). Selain itu, pemerintah juga menjalin kerja sama penarikan pinjaman bilateral dan multilateral. “Potensinya mencapai US$ 1,3 miliar dan 800 juta euro,” ucapnya.
Simak: Sri Mulyani Sebut Utang Instrumen Kebijakan Keuangan
Direktur Jenderal Pembiayaan Pengelolaan dan Risiko Luky Alfirman sebelumnya menyampaikan minat investor terhadap SUN lesu pasca gejolak perekonomian yang terjadi beberapa waktu terakhir. Adapun hasil penawaran lima seri SUN terakhir hanya sebesar Rp 7,17 triliun dari target indikatif sebesar Rp 17 triliun, atau yang terendah sejak 2013. “Tapi kami masih meyakini ini hanya sementara, kami yakin SUN akan baik lagi,” ucapnya.
Terdekat, pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel seri SBR003 yang akan mulai dijual secara online pada 14 Mei 2018. SBN seri ini ditargetkan mencapai target indikatif Rp 1 triliun, dan jika peminatnya membludak, pemerintah pun siap menambahnya hingga Rp 5 triliun. Adapun imbal hasil (yield) yang ditawarkan sekitar 6,8 persen per tahun, dengan minimum pemesanan Rp 1 juta dan maksimal pemesanan Rp 3 miliar.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menuturkan SUN yang sepi peminat dikarenakan yield yang ditawarkan kurang menarik. “Investor intinya meminta bunga yang lebih menarik, karena perbandingan surat utang pemerintah AS, Treasury Bills tenor 10 tahun saat ini sudah 3 persen,” katanya. Sehingga, investor akan mempertimbangkan untuk memindahkan dananya ke AS, terlebih rating utang AS juga telah lebih baik. Dia melanjutkan, investor pun mencermati kemungkinan besar kenaikan inflasi Indonesia tahun ini, yang diprediksi bisa mencapai 3,7 persen. “Inflasi yang lebih tinggi tentu akan menggerus keuntungan riil mereka.”
Bhima berujar jika pembiayaan SBN tak digenjot Sri Mulyani, maka akan berdampak pada kebutuhan pembiayaan anggaran tahun ini yang terancam meleset. Akibatnya, defisit anggaran dikhawatirkan dapat melebar dari target saat ini 2,19 persen. “Tapi tetap saja ada kemungkinan bengkak dari sisi belanja, karena ada tren kenaikan harga minyak serta pelemahan nilai tukar,” ucapnya.