TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dalam melihat utang perlu melihat keseluruhan Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN) dan perekonomian secara menyeluruh. Dia menjelaskan kebijakan utang salam APBN ditujukan untuk membantu membangun pendalaman pasar keuangan dan obligasi dalam negeri.
“Jadi utang tidak hanya sebagai alat menambal defisit belanja pemerintah, namun juga sebagai alternatif instrumen investasi bagi masyarakat Indonesia,” kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 23 Maret 2018.
Simak: Sri Mulyani Curigai Bahasan Utang Dimanfaatkan Elite Politik
Sri Mulyani menjelaskan jumlah investor ritel yang membeli Surat Berharga Negara meningkat setiap tahun sejak diterbitkannya SBN ritel tahun 2016, yaitu sebesar 16.561 investor ritel dalam negeri, dan mencapai 83.662 investor ritel pada 2016. Secara jumlah total, investor ritel pemegang SBN telah mencapai 501.713.
Hal tersebut menunjukkan pemerintah mengembangkan terus pendalaman pasar dan meningkatkan partisipasi masyarkat dalam pembelian obligasi negara maupun korporasi. Pasar keuangan yang dalam dan tebal akan menjadi salah satu pilar menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. “Oleh karena itu pemerintah terus melakukan diversifikasi instrumen utang, agar partisipasi masyarakat luas dapat terus ditingkatkan,” tutur dia.
Penjelasan tersebut, terkait banyaknya kritik atas utang negara yang telah menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat. Dia ingin menduduki masalah tersbut, agar masyarakat dan elit politik tidak terjangkit histeria dan kekhawatiran berlebihan yang menyebabkan kondisi masyarakat menjadi tidak produktif.
Menurut Sri Mulyani, jika tujuan menyoroti utang negara untuk membuat masyarakat resah, ketakutan, dan penjadi panik. Hal tersebut merupakan upaya politik destruktif. “Sungguh tidak sesuai semangat demokrasi yang baik dan membangun,” ujar dia.
Utang, kata Sri Mulyani, merupakan instrumen kebijakan dalam pengelolaan keuangan negara dan perekonomian. Utang bukanlah tujuan dan bukan juga instrumen kebijakan satu-satunya dalam pengelolaan perekonomian. “Dalam konteks keuangan negara dan neraca keuangan pemerintah, banyak komponen lain selain utang yang harus juga diperhatikan,” tukas dia.