TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Rosan P Roeslani, menyarankan agar bank-bank pemberi kredit perumahan mau membuka diri supaya pembelian properti perumahan mudah diakses oleh generasi milenial. "Kemampuan generasi milenial membeli properti bisa maksimal sampai Rp 1 miliar, di mana 17 persen di antaranya baru mampu membeli rumah dengan harga Rp 300 juta," ujarnya, di Jakarta, Kamis, 26 April 2018.
Rosan menyebutkan, masih minimnya generasi milenial yang mampu membeli rumah saat ini karena rata-rata penghasilan mereka yang masih berkisar Rp 3-6 juta per bulan. "Padahal untuk beli rumah seharga Rp 300 juta, dibutuhkan income mereka sebesar Rp 7,5 juta," kata Rosan.
Baca:
Pernyataan Rosan disampaikan di acara Ngobrol Properti (NGOPI) yang diberi tema 'Kapan Beli Properti' yang diadakan Kadin. Acara tersebut digelar Kadin untuk mencari solusi agar milenial mudah untuk membeli properti.
Acara ini digelar karena adanya stigma bahwa generasi milenial tidak mau berinvestasi dibidang properti, dan lebih senang menghabiskan uangnya untuk keperluan konsumtif saja. Padahal industri properti makin berkembang di era digital ini. Apalagi jika properti yang dibeli digunakan untuk hunian atau rumah tinggal.
Oleh karena itu, Rosan juga berharap pemerintah bisa lebih mengakomodir kebutuhan generasi milenial untuk memiliki properti. Pengembang properti pun harus berorientasi membuat produk properti yang bisa dijangkau oleh generasi milenial. "Karena potensi di segmentasi generasi milenial berpotensi untuk terus tumbuh hingga sepuluh tahun mendatang dan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan industri properti," ujarnya.
Secara umum, Rosan memperkirakan industri properti dapat tumbuh 5 sampai 7 persen di tahun ini. "Hal tersebut berdasarkan data para pengembang anggota Kadin dari realisasi penjualan sepanjang triwulan I-2018. Di mana pertumbuhan bisnis properti pada awal tahun ini masih di dominasi oleh sektor hunian, baik rumah tapak maupun apartemen," tuturnya.
Rosan menyebutkan ke depan pertumbuhan sektor properti didukung oleh kebutuhan akan hunian yang masih tinggi. Namun kebutuhan akan rumah hunian juga harus didukung sejumlah kebijakan terkait sektor properti seperti suku bunga kredit kepemilikan rumah (KPR) yang rendah dan adanya upaya sejumlah pihak terkait kendala uang muka (down payment atau DP) untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah.