TEMPO Interaktif, Jakarta:BTN sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara memang wajib menjalani pemeriksaan oleh BPK.
Bank Tabungan Negara tetap menerbitkan surat utang (obligasi) meskipun laporan keuangan 2002 persero ini diaudit bukan oleh kantor akuntan publik melainkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Nggak masalah, yang penting laporan keuangan Maret 2003 sudah diaudit oleh akuntan publik," kata Herwidayatmo, ketua Badan Pengawas Pasar Modal, ketika dihubungi oleh Tempo News Room, Rabu (6/8).
Herwidayatmo menjelaskan, BTN bisa meneruskan proses penerbitan obligasinya karena akuntan publiknya yang akan bertanggung-jawab atas hasil laporan keuangan 2002. Berdasarkan prospektus penerbitan obligasi senilai Rp750 miliar, BTN menggunakan KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja untuk periode laporan keuangan hingga Maret 2003. KAP ini terdaftar sebagai salah satu KAP yang diakui oleh Bapepam untuk mengaudit perusahaan publik.
Menanggapi hal ini dalam pertemuan uji tuntas penerbitan obligasi ini yang diadakan di Hotel Mulia, Direktur Utama BTN Kodradi menyatakan hal senada, bahwa Bapepam secara prinsip telah menyetujui penerbitan obligasi ini. "Jalan terus," kata Kodradi mengutip pernyataan pejabat Bapepam. Ia beralasan, BTN sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara memang wajib menjalani pemeriksaan oleh BPK. "Mau tak mau karena itu diatur oleh konstitusi," katanya. Dalam acara emisi obligasi ini, Kodradi didampingi oleh jajaran direksi yaitu Fatchudin, Soeryanto, Siswanto, M. Badruszaman, Freddy Saiya.
Lebih lanjut Kodradi menjelaskan, secara prinsip akuntansi, pemeriksaan oleh BPK sebenarnya juga menggunakan standar akuntansi yang disyaratkan oleh Ikantan Akuntan Indonesia. Oleh karena itu, ia menilai hal itu bukan lah perbedaan yang prinsip melainkan hanya soal administrasi saja.
Mengenai jumlah obligasi yang mencapai Rp 750 miliar itu, Kodradi mengungkapkan ini akan disalurkan seluruhnya untuk kredit. Jumlah ini merupakan bagian dari Rp 2,41 triliun ekspansi kredit baru tahun ini. Obligasi dengan bunga tetap ini ditawarkan pada kisaran harga 12,25 persen--12,875 persen, yang dibayarkan tiap tiga bulan selama lima tahun. Bertindak sebagai penjamin emisi PT Trimegah Securities Tbk., dan PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas. PT Pemeringkat Efek Indonesia memberikan peringkat BBB stable outlook. Direncanakan, obligasi ini sudah dicatatkan pada awal September.
Mengenai permintaan para investor, Kodradi mengaku telah mendapat penawaran hingga 20 persen dari sebuah perusahaan pengelola dana pensiun. Oleh karena itu, ia memperkirakan jumlah permintaan akan berlebih (oversubscribed). Meski ada kemungkinan itu, ia mengaku tidak akan menambah jumlah emisi yang diterbitkan, karena terikat oleh ketentuan dari pemerintah, yang merupakan pemegang sahamnya. 'Awalnya memang kita berencana menerbitkan Rp1 triliun," ungkap dia.
Mengenai bunga yang ditawarkan dinilai kurang tinggi, Kodradi menjelaskan ini karena komposisi dana pihak ketiga yang dikelola oleh BTN. Menurutnya, dana mahal (deposito) yang ada saat ini di BTN mencapai Rp15 triliun, tabungan Rp4 triliun dan Rp1 triliun untuk giro. Sehingga BTN punya beban untuk membayar bunga dana mahal ini. Lagi pula, lanjut dia, suku bunga deposito rata-rata perbankan saat ini dibawah 10 persen seiring penurunan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia. Sehingga investasi di obligasi masih lebih menarik.
Mengenai bunga KPR yang diberikan BTN saat ini, Kodradi mengatakan berkisar antara 17,5 persen--18,5 persen. Kredit ini, kata dia, kebanyakan diberikan untuk kepemilikan rumah menengah kebawah, dengan harga Rp30-Rp50 juta. Sehingga, kata dia, walaupun terkesan lebih tinggi dari bank yang dapat memberikan bunga 13 persen, bagi nasabahnya hal itu tidak begitu memberatkan. 'Jika tingkat bunga itu tidak menguntungka, kami akan turunkan kok,'' kata dia ketika ditanya mengapa suku bunganya terbilang relatif tinggi.
Hingga Maret 2003 ini, BTN membukukan laba bersih sebesar Rp65,4 miliar dengan pendapatan bunga bersih mencapai Rp179,6 miliar. Sementara outstanding kredit mencapai Rp10,4 triliun dan rasio kecukupan modal 14,59 persen. Jumlah aset telah mencapai Rp26,53 triliun dibandingkan Rp27,1 triliun hingga akhir 2002.
(Budi Riza--Tempo News Room)