TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, pada triwulan ketiga 2017, kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai 17,76 persen. Jumlah ini lebih tinggi dibanding sektor lain, seperti perdagangan 12,98 persen, konstruksi 10,26 persen, serta pertanian, kehutanan, dan perikanan 13,96 persen.
"Pertumbuhan ini menandakan para pelaku industri sudah terbangun optimismenya membangun pabrik di Indonesia," ujar Airlangga, seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Perindustrian, Selasa, 7 November 2017.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, cabang industri pengolahan nonmigas yang mengalami pertumbuhan paling besar pada triwulan ketiga 2017 adalah industri logam sebesar 10,60 persen, industri makanan dan minuman 9,46 persen, industri mesin dan perlengkapan 6,35 persen, dan industri alat angkutan 5,63 persen.
Penyebab meningkatnya pertumbuhan industri logam, menurut Airlangga, adalah adanya kebijakan hilirisasi yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo. Industri baja saat ini fokus mengembangkan klaster untuk memproduksi 10 juta ton per tahun, lalu industri nikel akan menghasilkan empat juta ton stainless steel. Kemudian akan dibangun pabrik baja karbon dengan kapasitas 3,5 juta ton per tahun.
Selain membuat pertumbuhan industri logam menanjak naik, program hilirisasi terus memacu sektor agro dan tambang mineral terus berkembang.
"Upaya ini terbukti membawa peningkatan nilai tambah produk, investasi, serapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa," ujar Airlangga.
Klaim Airlangga terhadap kemajuan industri nonmigas selaras dengan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 November lalu. BPS mencatat pengolahan nonmigas tumbuh 5,49 persen pada triwulan ketiga 2017 atau naik dibanding periode triwulan pertama 2017 yang hanya mencapai 4,76 persen dan triwulan kedua 2017 3,89 persen. Pertumbuhan ini juga melebihi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06 persen.