TEMPO Interaktif, Jakarta:PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) terus menggenjot produksi alumunium. Pada akhir 2006, utilitas produksi perusahaan lebih dari 100 persen. Meski begitu, keuangan perusahaan milik negara ini masih mengalami rugi akibat depresiasi nilai tukar atas utang modal sekitar US$ 900 juta. Perusahaan memiliki kapasitas produksi sebanyak 230 ribu-240 ribu ton alumunium per tahun. Hingga akhir 2006, produksi alumunium sebanyak 250 ribu ton. "Untuk mengurangi rugi, memang caranya perbaikan produksi dan tingkatkan efisiensi," kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka Departemen Perindustrian (Deperin) Ansari Bukhari di Jakarta, Selasa (20/3). Menurut Ansari, Inalum merupakan satu-satunya perusahaan domestik penghasil alumunium. Dari keseluruhan produksi Inalum, sebanyak 40 persen untuk kebutuhan dalam negeri dan sebesar 60 persen untuk memenuhi kebutuhan Jepang. Kebutuhan dalam negeri, kata Ansari, setiap tahunnya berkisar 200 ribu ton. Defisit alumunium dipenuhi lewat impor dari Australia. "Kami tak bisa menambah pasokan dari Inalum untuk dalam negeri karena terbentur perjanjian dengan pemilik Jepang," katanya. Di Inalum, pemerintah Indonesia memiliki porsi 41,13 persen dam Nippon Asahan Alumunium (Jepang) sebesar 58,87 persen. YULIAWATI