Biaya Top Up e-Money Dibebankan ke Konsumen, YLKI: Tidak Elok
Reporter
Editor
Jumat, 15 September 2017 20:58 WIB
Pengendara mobil melakukan pembayaran nontunai menggunakan kartu uang elektronik ataue-toll di Gerbang tol RAMP Taman Mini 2, Jakarta, Kamis 7 September 2017. Guna mempercepat di gerbang tol, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) mulai mewajibkan pembayaran nontunai menggunakan kartu uang elektronik ataue-toll. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sularsi mengatakan tidak elok jika nantinya biaya isi ulang uang elektronik atau top up e-money dibebankan kepada konsumen. Biaya tersebut seharusnya ditanggung oleh bank dan merchant atau perusahaan yang berkaitan.
"Kalau kepada merchantnya, yang kami bebani sebenarnya bank yang bersangkutan melakukan kerjasama b to b (business to business). Konsumen yang memiliki tabungan itu kan juga sudah ada biaya sendiri,” kata Sularsi.
Sularsi mendukung usulan pemerintah untuk merealisasikan program cashless, namun ia juga mengatakan bahwa pemerintah perlu memberikan perhatian lebih kepada masyarakat menengah ke bawah, khususnya para pengguna transportasi umum. Isi ulang uang elektronik itu dikhawatirkan membutuhkan biaya yang cukup besar. Ia juga menyoroti minimnya pengamanan kartu elektronik.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memastikan peraturan anggota dewan gubernur pemungutan biaya isi saldo uang elektronik perbankan dari konsumen akan terbit akhir September 2017. "Kami akan atur batas maksimumnya, dan besarannya, biayanya tidak akan berlebihan membebani konsumen," kata Agus di Kantor Perwakilan BI Banten di Serang, Jumat, 15 September 2017.
Agus mengatakan regulasi isi saldo tersebut akan berupa Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG). Ia belum mengungkapkan aturan besaran maksimum biaya isi saldo uang elektronik karena masih dalam finalisasi.
Agus menjelaskan BI akhirnya memperbolehkan perbankan memungut biaya isi saldo uang elektronik karena mempertimbangkan kebutuhan perbankan akan biaya investasi dalam membangun infrastruktur penyediaan uang elektronik, layanan teknologi dan juga pemeliharaannya.
Mengingat pada 31 Oktober 2017 pembayaran jasa penggunaan jalan tol di seluruh Indonesia harus menggunakan uang elektronik, maka perbankan juga harus menyediakan loket dan tenaga SDM di area sekitar jalan tol agar kebutuhan masyarakat untuk membayar jasa jalan tol terpenuhi. "Kita harus yakinkan bahwa saat masyarakat beli uang elektronik untuk jalan tol, itu harus tersedia secara luas. Oleh karena itu BI mengizinkan untuk ada tambahan biaya," ujarnya. HENDARTYO HANGGI
Kinerja Keuangan Digital Kuat, Gubernur BI: Transaksi Uang Elektronik Agustus Capai Rp 38,51 T
22 September 2023
Kinerja Keuangan Digital Kuat, Gubernur BI: Transaksi Uang Elektronik Agustus Capai Rp 38,51 T
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal.